Kementerian Perdagangan memfasilitasi penandatanganan nota kesepahaman antara produsen dan distributor untuk menyeragamkan harga eceran gula. Nantinya, kedua pihak akan menjamin harga eceran tertinggi (HET) gula sebesar Rp 12.500 per kilogram.
“Para distributor dan produsen menyepakati akan ikuti HET sebesar Rp 12.500 per kilogram. HET-nya akan dicap di kemasan,” kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di kantornya, Senin (16/1/2016).
Ada delapan distributor yang turut dalam penandatanganan nota kesepahaman ini. Mereka adalah PT angels Products, PT Citra Gemini Mulia dan PT Duta Sumber Internasional, PT Sarana Manis Multi Pangan, PT Manis Rafinasi, PT Sari AGrotama Persada, PT Sentra Utama Jaya, dan PT Mega Sumber Industri. Kedelapan perusahaan tersebut saat ini menguasai sekitar 70 persen distribusi gula nasional yang berasal dari impor raw sugar.
(Baca juga: Importir Hortikultura Bakal Diwajibkan Serap Buah dan Sayur Lokal)
Enggar mengatakan pada tahap pertama gula yang akan didistribusikan berasal dari 400 ribu ton izin impor gua mentah atau raw sugar yang telah dikeluarkan.
Enggar mengakui penetapan harga ini memang akan menggerus marjin pengusaha yang terbiasa dengan harga fluktuatif. Namun, menurut hitungannya dengan ongkos produksi di kisaran Rp 6.500 sampai Rp 8.000 per kilogram, produsen dan distributor masih bisa meraup laba sekitar Rp 3.000 per kilogram.
Menurut Enggar kebutuhan gula konsumsi tahun ini sebesar 250 ribu ton per bulan atau 3 juta sampai 3,1 juta ton per tahun. Jika bercermin pada poduksi gula konsumsi tahun 2016 sebesar 2,2 juta ton. Maka, ada kekurangan 700 sampai 800 ribu ton kebutuhan gula konsumsi yang harus dipenuhi pemerintah.
Tahun ini kebutuhan tersebut akan dipenuhi melalui penugasan langsung kepada produsen dan distributor. Sementara, sebelumnya penugasan ini diberikan pada perusahaan pelat merah seperti PPI, PTPN, dan Bulog.
(Baca juga: Pajak Rokok Terus Naik, Pengusaha Cemas Penjualan Kian Anjlok)
Tahun lalu Kementerian Perdagangan menerbitkan ijin impor raw sugar sebanyak 260 ribu ton. "Untuk 2017 kita beri langsung penugasan pada pabrik untuk mengolah gula menjadi gula kristal putih yang disalurkan distributor," katanya.
Selain itu Enggar mengatakan kekurangan gula konsumsi sebesar 800 ribu sampai 1 juta ton akan ditutup dari penugasan impor raw sugar untuk konsumsi ini. Namun ia akan melihat perkembangan produksi tahun ini untuk tentukan besaran impor selanjutnya.
Yang jelas Enggar berkomitmen untuk tidak memenuhi seluruh kekurangannya dari impor. “Saya mau cek dulu, saya tidak akan penuhi 1 juta ton. Siapa tahu gula tebunya meningkat. Kalau ternyata bisa digenjot dan hasilnya bagus ya akan dikurangi impornya,” katanya.
Dalam empat tahun terakhir, tren harga gula selalu naik menjelang Natal dan Tahun Baru, kenaikan berkisar antara 0,02 persen sampai 0,38 persen. Namun tahun lalu harga mengalami penurunan sebesar 2,06 persen.
(Baca juga: Menteri Perindustrian Resmikan Pabrik Keramik Senilai Rp 300 Miliar)
Harga rata-rata nasional gula pada Januari 2017 sebesar Rp 14.087 per kilogram atau turun 0,33 persen dibandingkan harga rata-rata bulan Desember 2016 sebesar Rp 14.113 per kilogram. Sedangkan di beberapa daerah harga rata-rata gula di beberapa daerah berada di kisaran Rp 12.933 per kilogram di Yogyakarta sampai yang tertinggi Rp 17.000 per kilogram di Tanjung Pinang, Tanjung Selor, dan Manokwari.
Sebagai tambahan, awal tahun ini Kementerian Perdagangan telah menerbitkan ijin impor raw sugar untuk kebutuhan industri kepada 11 perusahaan sebesar 1,5 juta ton. Ijin impor ini diberikan untuk semester-I 2017. Kuota impor ini naik dari tahun 2016 sebanyak 3,22 juta ton. Kenaikan disebabkan oleh penyesuaian dengan proyeksi kebutuhan gula industri tahun 2017 sebesar 3,5 juta ton.