Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih Donald Trump diprediksi tak akan menerapkan kebijakan dagang yang terlalu merugikan Cina. Sebab, Cina adalah pemegang surat utang negara AS yang terbesar. Kondisi ini bakal turut menguntungkan Indonesia.

Ekonom Mandiri Sekuritas Leo Putera Rinaldy menjelaskan, bila AS menerapkan tarif impor yang kelewat tinggi untuk Cina maka akan memukul ekonomi Negara Panda itu. Ujung-ujungnya, ekonomi Indonesia bisa kena imbasnya. (Baca juga: Efek Trump dan Cina Tekan Ekonomi 2017 di Atas 1 Persen)

Namun, hal itu diyakini tidak akan terjadi. “Kalau Trump terapkan tarif (impor yang tinggi) dengan Cina, siapa yang membiayai pendanaan stimulus di AS karena pemegang obligasi terbesar (AS) dari Cina,” kata Leo dalam acara Economic Outlook 2017 di Jakarta, Kamis (22/12).

Ke depan, AS bakal membutuhkan tambahan utang lantaran Trump ingin menggenjot pertumbuhan ekonomi negara tersebut dengan meningkatkan ekspansi. AS juga butuh utang guna menambal defisit anggaran yang berpotensi melebar akibat kebijakan Trump mengurangi tarif pajak.

Sekadar catatan, setiap penurunan satu persen pada pertumbuhan ekonomi Cina akan mengurangi potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,1 persen. Sebab, nilai perdagangan antara Cina dan Indonesia besar. Di sisi lain, Negeri Panda tersebut juga merupakan salah satu penyumbang terbesar investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) ke Indonesia. (Baca juga: BKPM Targetkan Investasi Rp 678,8 Triliun Tahun Depan)

Bubarnya kemitraan dagang Trans Pasifik (Trans Pacific Partnership/TPP) pasca terpilihnya Trump juga diyakini tak akan berdampak banyak ke Indonesia. Bahkan, dampaknya kemungkinan paling kecil di antara negara yang pasarnya tengah berkembang (emerging market). Alasannya, Indonesia belum menjajal kerja sama tersebut. Hal ini berbeda dengan Vietnam.

(Baca juga: Skenario Dagang Indonesia – Amerika Serikat: Dengan Trump, Tanpa TPP)

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga banyak digerakkan kegiatan ekonomi domestik. “Pengaruh ke pertumbuhan (Indonesia) dari proteksi AS tidak besar. Jadi wajar kalau market bilang, dampak proteksi Trump itu kecil ke Indonesia,” ujar Leo.

Sejalan dengan Leo, Chief Economist Bank CIMB Niaga Adrian Panggabean juga meyakini Trump akan menerapkan kebijakan yang moderat. AS tidak mungkin juga menarik investasi dari Cina lantaran produktivitas di AS tak akan mampu menampung investasi tersebut.

Selain itu, ekosistem investasi dari AS di Cina sudah terbentuk. Apabila AS hendak menarik investasi tersebut, harus membentuk ekosistem baru dan membutuhkan waktu lama.

Dalam jangka pendek, harga produk yang semula dijual murah ketika diinvestasikan di Cina menjadi mahal di AS. “iPhone, misalnya, bisa dijual US$ 1.000, siapa yang mau beli? Jeans juga begitu,” kata Andri dalam diskusi bertajuk ‘Tantangan Pasar Finansial 2017".