Kalla Tunjuk Empat Faktor Penghambat Investasi di Indonesia

Arief Kamaludin|KATADATA
27/10/2016, 14.01 WIB

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyoroti sejumlah faktor yang selama ini menghambat investasi di Indonesia. Karena itu, pemerintah tengah berupaya mengahpus atau mengurangi hambatan tersebut sehingga bisa meningkatkan investasi di tengah kondisi perlambatan ekonomi.

Faktor penghambat pertama adalah birokrasi yang tidak efisien dan berujung adanya pungutan liar (pungli). Menurut Kalla, perlu langkah operasional yang tegas untuk menyelesaikan perseoalan tersebut. (Baca: Operasi Pungli di Perhubungan Ungkap Potensi Kerugian Negara)

Ia menjelaskan, seringkali perlu hal bertele-tele untuk meminta persetujuan di tingkat birokrasi. Kondisi ini diperparah dengan jumlah birokrat yang cukup banyak, yakni mencapai 3,5 juta pegawai negeri sipil (PNS). Hal ini yang membuat investasi banyak terbentur di tingkat aparatur pemerintah.

"Jadi bagaimana (menghilangkan) satu surat, yang tadinya perlu empat paraf menjadi satu paraf saja," kata Kalla saat membuka acara seminar bertajuk "Mencari Penggerak Baru Pertumbuhan Ekonomi 2017" di Jakarta, Kamis (27/10).

Kedua, hambatan permodalan yang kurang kompetitif. Kalla mengatakan, masalah ini terkait erat dengan tingkat bunga perbankan di Indonesia yang masih tinggi.

Karena itu, dia meminta suku bunga perbankan bisa turun mencapai minimal 7 persen tahun depan. "Angka persentase itu adalah suku bunga di Thailand, ini penting agar kita bersaing di tingkat yang sama," katanya. (Baca: Kumpulkan Gubernur, Jokowi Minta Pangkas Perizinan Daerah)

Ketiga, masalah ongkos logistik yang membuat Indonesia kurang kompetitif. Kalla menjelaskan, ada ketidakadilan ketika industri di Indonesia Barat mendapatkan bahan baku dari Indonesia Timur dengan harga murah. Sebaliknya, barang jadi yang dikirim ke Indonesia Timur akan bertambah mahal akibat ongkos logistik. "Ini yang membuat pemerintah meluncurkan program Tol Laut," katanya.

Keempat, biaya energi di Indonesia tergolong tinggi dan kurang bersaing dengan negara lain. Kalla mencontohkan, industri di Thailand mendapatkan pasokan gas dengan harga yang kompetitif yakni US$ 6 per mmbtu. Ke depan, industri di dalam negeri harus mendapatkan harga gas minimal sama dengan di Thailand.

(Baca: Dua Tahun Jokowi-JK, Kadin Minta Pemerintah Fokus 3 Poin Utama)

Selain itu, pemerintah tengah membangun megaproyek pembangkit listrik 35 ribu Mega Watt (MW) untuk mengimbangi kebutuhan pasokan listrik hingga tahun 2019. "Terkait listrik kalau bisa 5 tahun mendatang kita buat lagi 35 ribu MW yang sama," kata Kalla.