Antam Nilai Relaksasi Ekspor Nikel Bisa Pacu Hilirisasi

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Miftah Ardhian
7/9/2016, 16.45 WIB

PT Aneka Tambang (Persero) Tbk., menyatakan sangat setuju dengan usulan pemerintah dalam revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (minerba). Usulan ini terkait dengan relaksasi ekspor hasil pertambangan mineral.

Direktur Utama Aneka Tambang (Antam) Tedy Badrujaman pelonggaran izin ekspor dapat membantu perusahaan pertambangan melakukan hilirisasi. Apalagi di tengah harga komoditas tambang yang sedang rendah saat ini.

Menurutnya kebijakan relaksasi ekspor dibutuhkan agar semua hasil tambang yang digali bisa menghasilkan nilai tambah. Dia mencontohkan hasil tambang nikel yang diproduksinya. Nikel yang diproduksi memiliki beberapa kategori, berdasarkan kualitas kandungan mineralnya.

(Baca: Luhut Usulkan Pelonggaran Ekspor Mineral Mentah di RUU Minerba)

Selama ini Antam hanya memasok bijih (ore) nikel dengan kualitas terbaik untuk smelternya sendiri dan smelter milik perusahaan di dalam negeri. Sementara bijih nikel kualitas rendah akan dipendam dan terbuang sia-sia.

"Oleh karena itu, Antam sangat mendukung langkah yang diambil pemerintah untuk diijinkan kembali ekspor bijih mentah khususnya kami berhubungan dengan nikel," kata Tedy di Jakarta, Rabu (7/9).

Dengan relaksasi ekspor, Antam bisa menjual kembali bijih nikel tersebut ke luar negeri. Tedy mengklaim, ore yang diekspornya masih lebih baik dari ore yang diekspor oleh Filipina. Sehingga, kemungkinan besar ekspor tersebut memiliki pangsa pasar yang luas, khususnya di Cina.

Dampak dari relaksasi ekspor ini akan membuat program hilirisasi berjalan. Karena bisa ekspor, perusahaan akan mendapat nilai tambah ore yang sebelumnya tidak ekonomis. Dengan begitu perusahaan bisa memiliki dana yang bisa digunakan untuk pembangunan smelter.

(Baca: Bahas Ekspor Freeport, Luhut Adu Mulut dengan DPR)

Perbankan pun akan semakin percaya dengan perusahaan tambang. Sehingga lebih mudah untuk mencari pinjaman investasi dari bank. Selama ini perbankan terkesan enggan mendanai perusahaan tambang karena dianggap tidak memiliki pendapatan yang jelas.

Tedy juga memastikan dengan adanya relaksasi ekspor, tidak akan berpengaruh besar pada harga, akibat membanjirnya produk bijih mineral, khususnya nikel. Alasannya, saat ini yang menjadi eksportir bijih nikel hanya dari Filipina menuju ke Cina sebanyak 30 juta ton per tahun.

Tambahan dari Antam hanya akan menggantikan pasar yang selama ini dipasok Filipina. Jika kebijakan relaksasi ini diterapkan, kata Tedy, Antam bisa mengekspor bijih nikel sebanyak 15 juta – 20 juta ton mulai tahun depan.

"Jadi tidak akan mempengaruhi harga menurut kami. Memang yang akan ketar-ketir Filipina," ujarnya. (Baca: Pemerintah Baru akan Hitung Kebutuhan Smelter di Dalam Negeri)

Selain memacu hilirisasi, harga bijih nikel untuk memasok kebutuhan dalam negeri pun akan menjadi semakin murah. Karena akan ada tambahan pendapatan dari bijih mineral ekspor yang selama ini tidak menghasilkan apa-apa. Di sisi lain, keuntungan pemerintah dari pajak dan bea keluar pun lebih besar. Artinya, kebijakan relaksasi ekspor bisa menguntungkan semua pihak.

"Silakan terapkan bea keluar mau 10 persen. Tapi ini buat memancing pendanaan datang kembali," ujar Tedy.