Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sedang mengawasi lima hingga tujuh importir komoditas pangan yang beroperasi di Indonesia. Sebab, dari 55 perusahaan pengimpor komoditas pangan strategis, usaha mereka terindikasikan janggal.
Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan pengawasan tersebut untuk mencari tahu apakah ada pola-pola penguasaan suatu harga komoditas tertentu. Sayangnya, dia belum mau memberitahu ketujuh importir tersebut. (Baca: Harga Daging Tinggi, Jokowi: Tak Mungkin Turun Dalam 1-3 Hari).
Hanya, dia membuka sedikit informasi bahwa importir komoditas pangan pemainnya tidak banyak, sehingga berpeluang adanya penguasaan harga. “Makanya sekarang mereka kami monitor,” kata Syarkawi di kantornya, Jakarta, Selasa, 7 Juni 2016.
Menurut dia, pengawasan ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo kepada lembaganya untuk memberangus kartel harga komoditas pangan strategis. Jokowi secara khusus meminta agar pelaku kartel ditindak dengan tegas bahkan dimatikan usahanya.
Untuk beberapa komoditas pangan strategis seperti daging sapi, Syarkawi berpendapat kebijakan kuota impor sedikit banyak melahirkan penguasaan harga oleh para kartel. Oleh sebab itu, KPPU mengusulkan agar sistem kuota diganti dengan kebijakan tarif sehingga tidak ada satu atau dua pihak yang menguasai harga. “Cara ini dulu sukses menurunkan harga bawang putih,” katanya.
Berkaca dari pengalaman sebelumnya, KPPU menjatuhkan denda terhadap 32 perusahaan penggemukan sapi (feedlotter) yang menahan pasokan daging sapi. Akibat perbuatan tersebut, harga daging pada tahun lalu naik menuju Rp 130 ribu, bahkan sempat menyentuh Rp 140 ribu per kilogram. (Baca: Operasi Pasar Dinilai Tak Jelas, DPR Panggil Menteri Pertanian)
Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan Kementerian Pertanian Benny Rachman mengklaim ketersediaan komoditas pangan selama tiga bulan terakhir aman dan relatif tidak perlu impor. Bahkan, ada beberapa produksi komoditas pangan yang dapat dikatakan surplus seperti beras, gula pasir, bawang merah dan minyak goreng. “Yang defisit itu daging sapi, kita kekurangan 28 persen,” kata Benny.