Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) membidik para produsen film Hollywood di Amerika Serikat (AS) untuk berinvestasi di Indonesia. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang telah membuka sektor perfilman di dalam negeri sebesar 100 persen bagi masuknya investasi asing.
Untuk itu, Kepala BKPM Franky Sibarani berencana menemui anggota Motion Pictures Association of America di Los Angeles, AS, Kamis (26/5). Dalam pertemuan tersebut, dia akan memaparkan potensi bisnis sektor perfilman di Indonesia yang masih terbuka lebar.
Salah satunya adalah bisnis bioskop dengan melihat rasio layar berbandingkan populasi penduduk di Indonesia. Rasio layar berbanding 100 ribu populasi Indonesia sebesar 0,4. Ini di bawah Amerika Serikat yang rasionya 14; Inggris 6,8; Korea Selatan 4,3; dan Cina 1,8. Sedangkan di beberapa negara tetangga, rasionya juga lebih besar, seperti Singapura 3,9; Malaysia 2,4; dan Thailand 1,2.
Dari jumlah layar bioskop tersebut, 87 persen layar berada di Pulau Jawa dan 35 persen dari jumlag tersebut berlokasi di Jakarta. “Jumlah keseluruhan layar bioskop di Indonesia sama dengan jumlah layar bioskop yang ada di Kota Beijing, Cina,” kata Franky dalam siaran pers BKPM, Kamis (26/5).
(Baca: Tujuh Usulan E-Commerce di Paket Ekonomi 13)
Sementara itu, dari sisi produksi, ada 50 lebih rumah produksi profesional di Indonesia dan 30 lebih rumah produksi animasi. “Perusahaan-perusahaan eksisting inimerupakan mitra yang potensial bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia,” kata Franky.
Potensi investasi industri film di Indonesia semakin besar setelah disahkannya Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang daftar bidang usaha yang terbuka untuk investasi asing. Dalam beleid tersebut, sektor perfilman terbuka 100 persen untuk penanaman modal asing, mulai dari sektor produksi, distribusi dan eksibisi.
Sebelumnya, sektor-sektor perfilman tertutup untuk asing atau dibatasi maksimal 49 persen.Di antaranya, bidang usaha jasa teknik film termasuk studio shooting film, dan laboratorium film. Sedangkan pengeditan film editing dan alih bahasa film tertutup untuk asing. “Saat ini seluruh bidang usaha tersebut terbuka untuk 100 persen asing, termasuk produksi film, bioskop, studio rekaman dan distribusi film,” kata Franky.
(Baca: Amerika Usul E-commerce hingga Bioskop Dibuka Bagi Asing)
Pemerintah memiliki tiga program utama untuk mendorong pertumbuhan sektor perfilman. Pertama, meningkatkan penyebaran bioskop diseluruh Indonesia. Badan Ekonomi Kreatif menargetkan penambahan jumlah bioskop sebanyak 5 ribu bioskop per tahun.
Kedua, peningkatan kualitas sumberdaya manusia di industri film nasional. Sebagai gambaran, Korea Selatan memiliki 300 sekolah film dan masuk di kurikulum pendidikan. Sementara di Indonesia hanya ada 5 sekolah dengan fakultas film.
Ketiga, membuka akses untuk pembiayaan dan teknologi. Sektor film tergolong sektor yang padat modal sehingga membutuhkan modal besar.
(Ekonografik: Asing Bisa Kuasai 100 Persen)
Menurut Franky, masuknya investasi di sektor perfilman ini diharapkan mampu berkontribusi positif pada pencapaian target total investasi nasional tahun 2016. Sekadar informasi, BKPM pada 2016 menargetkan realisasi investasi bisa tumbuh 14,4 persen dari target tahun lalu atau mencapai Rp 594,8 triliun.
Realisasi ini dikontribusi dari Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 386,4 triliun atau naik 12,6 persen dari target PMA tahun lalu. Sedangkan realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp 208,4 triliun, naik 18,4 persen dari target PMDN tahun lalu.