Manajemen Lion Air tak bisa menerima sanksi pembekuan kegiatan pengangkutan darat penumpang dan barang (ground handling) yang dijatuhkan Kementerian Perhubungan mulai Rabu (25/5) pekan depan. Selain tak sesuai aturan, perusahaan milik Rusdi Kirana, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, ini mengaku sanksi tersebut memicu banyak pertanyaan dari bank dan para investor terkait kelangsungan usahanya di masa depan.
Direktur Utama Lion Air Edward Sirait mengaku, pemberian sanksi tersebut telah mengguncang bisnis Lion Group. Beberapa bank mempertanyakan pinjaman yang dikucurkannya untuk pembelian pesawat Lion Air: apakah pesawat itu akan dioperasikan di Indonesia atau di luar negeri. “Karena kami juga punya perusahaan di tempat lain,” katanya dalam acara temu media di kantor Lion, Jakarta, Kamis (19/5).
Sejauh ini, menurut Edward, beberapa bank itu belum akan membatalkan komitmen pinjaman tersebut. “Mereka baru bertanya dananya akan diberikan kemana karena ada sanksi tersebut,” ujarnya.
Manajemen Lion menegaskan kepada para kreditor itu bahwa pembelian pesawat itu masih berjalan sesuai rencana. “Tapi pertanyaan akan terus timbul karena belum ada kepastian.”
Tak cuma itu, manajemen Lion juga menuai pertanyaan dari pihak investor. Sebelumnya, para investor itu memang berniat menanamkan investasinya untuk membangun pusat pemeliharaan pesawat di Batam. “Bagaimana kelangsungan usaha Lion Group. Apakah investasi itu diteruskan atau tidak,” ujar Edward.
Ia menambahkan, para penumpang pun bertanya: apakah Lion Air masih akan beroperasi meski mendapat sanksi dari pemerintah. “Namun, saya tegaskan operasi Lion Air akan berjalan seperti biasanya,” katanya.
(Baca: Salah Turunkan Penumpang, Lion Air Terancam Pidana)
Seperti diketahui, Kementerian Perhubungan membekukan kegiatan operasional ground handling Lion Air terhitung mulai Rabu Larangan itu hanya berlaku di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Namun, Lion diberikan masa tenggang selama lima hari kerja ke depan agar dapat mencari penyedia jasa ground handling pengganti. "(Pembekuannya) mulai lima hari kerja setelah surat diterbitkan pada 17 Mei lalu," kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Suprasetyo.
Sanksi itu akibat kesalahan prosedur dalam penanganan kedatangan penumpang penerbangan Lion Air dari Singapura di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, pada Selasa pekan lalu. Penumpang JT 161 Lion Air yang telah mendarat seharusnya diantar menuju Terminal 2, tempat kedatangan internasional.
Namun, pengemudi bus ground handling Lion Air malah membawa mereka ke Terminal 1, tempat kedatangan domestik. Alhasil, para penumpang itu tidak melewati pemeriksaan imigrasi.
(Baca: Salah Antar Penumpang, Pemerintah Investigasi Lion dan AirAsia)
Sanksi serupa sebenarnya dijatuhkan kepada AirAsia Indonesia akibat kesalahan serupa. Layanan ground handling pesawat AirAsia dengan nomor penerbangan QZ 509 dari Singapura ke Bandara Ngurah Rai Denpasar, Bali, Selasa lalu (17/5), salah mengantarkan para penumpangnya ke terminal kedatangan domestik.
Edward menilai, pemberian sanksi tersebut menyalahi prosedur. Mengacu Peraturan Menteri Perhubungan No.30 tahun 2005, apabila ada kesalahan maka maskapai akan diberikan peringatan terlebih dahulu. Setelah itu baru diberikan sanksi kalau memang diperlukan.
Pemberian sanksi itu secara hukum telah melanggar azas praduga tak bersalah. Artinya harus ada proses yang dilakukan dulu. Harus investigasi, peringatan, baru pemberian sanksi,” ujar Edward.
Karena itulah, manajemen Lion Air berencana menempuh jalur hukum. Mereka akan melaporkan Dirjen Perhubungan Udara sebagai peneken surat keputusan tersebut ke pihak kepolisian. Melalui penyelidikan kepolisian, Lion ingin memastikan, apakah pemberian sanksi itu sudah sesuai ketentuan.
(Baca: Setelah Lion, AirAsia Salah Antar Penumpang)
Di sisi lain, Lion Air tidak akan menggunakan jasa perusahaan lain meskipun layanan ground handling PT Lion Group bakal dibekukan. Mereka berencana memakai jasa layanan ground handling sendiri. “Yang dibekukan adalah (ground handling) PT Lion Group. Kami akan memakai jasa kepunyaan Lion Air. Dalam peraturan penerbangan, kami (maskapai) bisa melakukan self ground handling,” ujar Edward.
Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Line Side Lion Air Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta Alex Manik mengungkapkan, sanksi pembekuan tersebut mengancam nasib 27 ribu karyawan jasa ground handling Lion Group. Para karyawan itu bertanggung jawab pada berbagai kegiatan, antara lain pengantaran bus, pengurusan bagasi, tiket di konter, loading master, dan special loading.
Di Bandara Soekarno-Hatta sendiri, pegawai ground handling yang dipekerjakan sekitar 10 ribu orang. Mereka inilah yang terancam kehilangan. “Karena itu, kami memohon agar kegiatan ground handling Lion tidak dibekukan,” ujar Alex.