Pemerintah Biayai 9 Proyek Infrastruktur Rp 33 T dari Utang Cina

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yura Syahrul
9/5/2016, 18.38 WIB

Pemerintah berencana mendapatkan pinjaman dari Cina untuk membiayai pembangunan sembilan proyek infrastruktur. Nilainya sebesar US$ 2,5 miliar atau sekitar Rp 33 triliun. Jumlah tersebut mencapai seperempat dari total pinjaman US$ 10 miliar yang ditawarkan Cina kepada negara-negara ASEAN.

"Nilai proyeknya sekitar US$ 2,5 miliar. Itu ada rel kereta api, jalan tol, dan dam (bendungan)," ujar Pelaksana Tugas Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur Wilayah Kementerian Koordinator Perekonomian Wahyu Utomo seusai menghadiri acara “The 2nd Meeting of High Level Economic Dialogue RI-RRC” di Jakarta, Senin (9/5).

Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Rizal Affandi Lukman menambahkan, nilai pembiayaannya masih dapat berubah sesuai dengan perkembangan proyek. Infrastruktur yang dimaksud yakni pembangunan jalan tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan sesi I, konstruksi terowongan Balinka-Matur-Ngarai Sianok di Sumatera Barat, dan pembangunan serta rehabilitasi sejumlah jembatan.

(Baca: Kadin Minta Swasta Dilibatkan Garap Proyek Infrastruktur Strategis)

Selain itu, pembangunan beberapa bendungan di Pelosika, Jambo Aye, Rokan Hilir, Jenelata, dan Bonehulu. "Nanti akan ada pembicaraan lebih lanjut antara tim teknis untuk menindaklanjuti respons partisipasi dari pihak yang ingin membiayai maupun kontraktor dari Cina," ujar Rizal.

Ia menambahkan, delegasi Cina yang hadir dalam acara itu menyambut baik tawaran proyek prioritas dari Indonesia. Pemerintah Indonesia pun telah menyiapkan “buku biru” alias blue book yang berisi daftar rincian proyek infrastruktur. Misalnya pembangunan rel kereta api ataupun jalur tol di pantai utara Jawa (Pantura) dari Kementrian Perhubungan.

(Baca: Tiga Bank Besar Pemerintah Akan Tambah Utang ke Cina)

Pemerintah memang menginginkan proyek yang ditawarkan kepada Cina sudah matang, sehingga bisa langsung dilaksanakan. Apalagi sebelumnya sudah ada dana hibah senilai 30 juta renminbi dari negeri Tirai Bambu itu untuk membiayai pembangunan infrastruktur di Indonesia. "Jadi feasibility yang belum ada. Ini belum ditandatangani, tapi hampir ditandatangani dalam waktu dekat," kata Rizal.

Pembiayaan infrastuktur merupakan salah satu dari empat poin pembahasan dalam rapat pemerintah Indonesia dan Cina. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan empat poin itu adalah defisit neraca dagang Indonesia ke Cina, realisasi investasi yang masih minim, perpanjangan kerjasama Bilateral Currency Swap Agreement (BCSA), dan pembiayaan infrastruktur di Indonesia.

(Baca: Utang Bank BUMN dari Cina Banyak Mengalir ke Sektor Manufaktur)

Ia menjelaskan, pemerintah berencana membangun jalan sepanjang 2.000 kilometer (km) dan jalan tol 1.000 km hingga tahun 2019. Selain itu membangun 15 bandara dan 24 pelabuhan. Untuk meningkatkan rasio penggunaan listrik dari 87 persen menjadi 97 persen pada 2019, pemerintah mencanangkan pembangunan proyek listrik 35 ribu mega watt (mw). Lalu, membangun 33 waduk dan 30 pembangkit listrik, serta pengembangan sistem irigasi seluas 1 juta hektare.

Untuk membangun itu semua, butuh dana US$ 368,9 miliar. Sebanyak 36,5 persen berasal dari swasta. Sementara anggaran pemerintah terbatas dan hanya bisa memenuhi 41 persen dari total pendanaan. "Karena itu kami luncurkan skema kemitraan pemerintah-swasta untuk mempercepat pembangunan proyek infrastruktur," kata Darmin.