KATADATA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyebutkan ada beberapa aturan yang menjadi penghambat program sejuta rumah bagi Masyarakat Berepenghasilan Rendah. Direktur Perencanaan Penyediaan Perumahan Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan Dedy Permadi CES mengatakan salah satunya yaitu adanya benturan aturan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa pembangunan permukiman merupakan urusan wajib bagi masyarakat, dan hal tersebut harus dipenuhi oleh pemerintah pusat. Sedangkan Undang-Undang Perumahan dan Kawasan Permukiman mengatur peran pemerintah pusat dan daerah dalam pembangunan kawasan perumahan. Tabrakan aturan ini, kata Dedy, membuat pemerintah daerah enggan berpartisipasi karena lebih merujuk pada Undang-Undang Pemerintah Daerah. “Ini membuat langkah pusat dan pemda menjadi kurang ekspansif,” kata Dedy saat di kantornya, Jakarta, Senin, 28 Maret 2016.
Dedy mengatakan telah bertemu dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional untuk membahas kemungkinan revisi peraturan tersebut atau memberikan penjelasan detail di dalamnya. Tujuannya, agar pemerintah daerah mudah menjalankan pembangunan sejuta rumah. (Baca: Pemerintah Genjot Proyek Pembangunan Sejuta Rumah).
Selain itu, ada pula kendala lainnya dalam mewujudkan program satu juta rumah yang mayoritas berada di daerah. Antara lain aturan peruntukkan, tata ruang, serta perizinan perumahan yang harus melewati koordinasi pemerintah pusat dan daerah. “Kalau dipetakan, misalnya dari sembilan mungkin tujuh ada di daerah,” katanya.
Untuk porsi penyediaan rumah dari pemerintah pusat, Kementerian Pekerjaan menganggarkan dana Rp 7,6 triliun dengan target pembangunan 112.992 unit rumah tinggal yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016. Dedy berharap target ini bisa tercapai layaknya tahun lalu yang berhasil membangun 99.455 unit rumah dan rusun dengan total anggaran Rp 7,7 triliun.
Dari anggaran Rp 7,6 triliun tersebut Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan telah menyerap anggaran untuk menyediakan perumahan sebesar 7,6 persen hingga hari ini. Dana ini digunakan untuk anggaran membangun proyek rumah susun di Kemayoran. Selain itu ada pula pembayaran uang muka kontrak pembangunan perumahan di wilayah lainnya. “10 sampai 20 persen biasanya uang muka yang terserap dan memang rata-rata Maret baru mulai kontrak,” ujarnya.
Data Kementerian Pekerjaan Umum menunjukkan realisasi pembangunan satu juta rumah pada akhir 2015 lalu hanya mencapai 667.668 unit atau setara 67 persen. Sisanya, pembangunan rumah yang sebagian besar disubsidi oleh negara ini akan dikejar hingga kuartal pertama 2016. Pembebasan lahan menjadi kendala meski pemerintah telah bekerja sama dengan pemerintah daerah BTN dan Perumnas. (Baca: Hingga Maret Anggaran Penyediaan Rumah Baru Terserap 7,6 Persen).
Menteri Pekerjaan Umum Basuki Hadimuljono mengatakan selain menyiapkan anggaran besar, pihaknya juga mempercepat lelang kontrak sejumlah proyek sehingga program sejuta rumah dapat dimulai sejak Januari lalu. “Anggaran hampir dua kali lipat, saya lihat pembangunannya bisa capai target,” ungkap Basuki beberapa waktu lalu.
Menurutnya, total anggaran untuk melanjutkan pembangunan proyek tersebut mencapai Rp 20 triliun. Angka ini naik dari tahun lalu yang hanya Rp 12 triliun. Dengan anggaran ini, Basuki memprediksi rumah yang akan terbangun minimal 667 ribu unit. Walau demikian, dia membenarkan ada yang menghambat. Misalnya, ketersediaan lahan. “Kami akan kejar minimal, lebih besar dari 667 ribu rumah,” kata Basuki.