Pemerintah Minta Negara Maju Beli CPO dengan Harga Premium

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Muchamad Nafi
16/3/2016, 11.44 WIB

KATADATA - Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menilai perlu langkah mendorong energi berkelanjutan untuk mendukung pembatasan perubahan iklim. Misalnya, dalam penggunaan minyak kelapa sawit mentah (CPO). Namun hal ini bukan hanya menjadi tanggung jawab produsen CPO saja, juga negara maju sebagai konsumen.

Darmin mengatakan dalam jangka produk yang kompetitif akan lebih berhasil. Bahkan lebih mampu mengurangi kemiskinan dan melindungi lingkungan, juga perekonomian. Karena itu setiap negara harus mencari produk baru yang kompetitif dan dikembangkan. Di sisi lain, negara maju perlu membantu dengan menyediakan dana, daripada hanya bicara dalam  berbagai forum. (Baca: Harga CPO Anjlok, Asosiasi Minta Program Biodiesel Dievaluasi).

Indonesia sebagai penghasil CPO, kata Darmin, telah meluncurkan Biodiesel B-20 tahun lalu. Inisiatif ini merupakan dorongan utama untuk energi campuran, mengingat selama ini bergantung pada bahan bakar fosil. Sebagai importir, Indonesia butuh sumber energi yang lebih berkelanjutan. Kenaikan tipis harga CPO menjadi US$ 565 per ton membantu pengumpulan retribusi guna mendukung program biodiesel ini.

Sementara itu, negara maju sebagai konsumen diharapkan berpartisipasi dengan membeli CPO dengan harga khusus atau premium. Menurut dia, hal ini sangat mendukung produk energi berkelanjutan ketimbang memboikot produk negara lain seperti yang terjadi di Iran atau Korea Utara.

“Lebih penting juga membantu membiayai praktik sustainbility dengan membayar secara premium produk berkelanjutan. Boikot produk seperti yang terjadi dalam kasus Iran dan Korea Utara, tidak akan menjadi win win soultion. Saya percaya dialog,” kata Darmin dalam keterangan resminya saat membuka Konferensi Sawit dan Lingkungan (ICOPE) ke-5 di Nusa Dua, Bali, Rabu, 16 Maret 2016. (Lihat pula Ekonografik: 2016 Pemerintah Genjot Serapan Biodiesel).

Dia mengingatkan, dalam Conference on Parties (COP) 21 di Paris telah disepakati pembatasan peningkatan temperatur global di bawah ambang dua derajat celsius. Bahkan ada yang mendesak untuk membatasi kenaikan hingga 1,5 derajat celcius. Di sisi lain, praktik sustainable Palm Oil melalui kewajiban penggunaan biodiesel bisa mengurangi emisi karbon hingga 29 persen pada 2030 dan 41 persen dengan dukungan internasional.

“Untuk itu, pemerintah berencana fokus pada penanaman kembali CPO di lahan kritis dan daerah produktivitas rendah untuk meningkatkan hasil,” kata Darmin. (Baca: Harga Minyak Anjlok, Program Biodiesel Dipastikan Tetap Jalan).

Selain mendukung perbaikan iklim, pengembangan biodiesel juga untuk melindungi petani kecil dari potensi krisis akibat penurunan harga tandan buah segar (TBS). Satu hektar perkebunan CPO, misalnya, bisa menghasilkan rata-rata 3,8 ton minyak. Bila dihitung dengan harga saat ini, kira-kira menghasilkan US$ 2,15 ribu per hektar. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan penghasilan perkebunan karet yang hanya US$ 1,5 ribu per ton per hektar.

Apalagi, perkebunan sawit rata-rata membutuhkan 0,12 pekerja per hektare. Sektor ini mampu menyerap lebih dari empat juta tenaga kerja langsung, dan lebih dari 10 juta tenaga kerja tidak langsung. Serta berkontribusi besar terhadap ekspor non-migas Indonesia. “Ini memainkan peran sangat besar untuk pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja,” tutur Darmin.

Reporter: Desy Setyowati