Banyak Toko Tutup Selama Pandemi, Pendapatan H&M Anjlok 50%

website id.hm.com
Ilustrasi gerai retail fesyen Swedia H&M. Penjualan H&M turun drastis akibat penutupan toko selama pandemi corona. .
Penulis: Ekarina
16/6/2020, 16.02 WIB

Perusahaan retail terbesar kedua dunia, H&M melaporkan penurunan penjualan tajam seiring penutupan gerai akibat pandemi corona. Penjualan perusahaan pada periode Maret hingga Mei 2020 turun 50% dibanding tahun sebelumnya menjadi 28,7 miliar krona swedia atau setara US$ 3,1 miliar.

Realisasi pendapatan sedikit lebih rendah dibanding prediksi analis di kisaran 27,5 miliar krona. Meski demikian, data Refinitiv menunjukkan, penjualan online peretail fesyen Swedia ini justru naik 36%.

(Baca: Hanya 15% Pengunjung Mal yang Berbelanja, Peretail Masih akan Merugi)

H&M mulai membuka kembali toko secara bertahap pada akhir April setelah 80% gerainya terpaksa tutup imbas pandemi corona atau karantina wilayah (lockdown).   Adapun 18% dari 5.058 gerainya hingga kini masih ditutup sementara.

"Laju pemulihan penjualan sangat bervariasi di antara pasar," kata manajemen perusahaan dalam pernyataannya dikutip dari Reuters, Selasa (16/6).

Analis RBC Richard Chamberlain, mengatakan berdasarkan perfroma sektoral,  H&M tampak relatif berhati-hati pada margin dan prospek persediaan. Dia pun memperkirakan, penjualan perusahaan akan pulih secara bertahap.

Kondisi serupa juga dialami pesaing terbesar H&M. Inditex pemilik brand Zara, mencatat penurunan penjualan 44% untuk periode Februari-April atau sepanjang kuartal pertama tahun fiskal 2020. 

(Baca: Bangkrut Imbas Corona, JC Penney Tutup 154 Toko Department Store di AS)

Alhasil, retail fesyen asal Spanyol ini akan menutup 1.200 gerainya di seluruh dunia. Penutupan toko ini kemungkinan akan terkonsentrasi di pasar Asia dan Eropa.

Selain Zara, Inditex saat ini tercatat  menaungi beberapa merek pakaian lainnya seperti Bershka, Pull & Bear dan Massimo Dutti.