Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) memperkirakan produksi rokok tahun ini bakal turun 30-40%. Sekretaris Jenderal GAPPRI Willem Petrus Riwu menyebutkan penurunan ini karena industri hasil tembakau (IHT) atau rokok terpukul oleh dua faktor sekaligus.
Faktor pertama yakni kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 23% dan harga jual eceran (HJE) sebesar 35% pada awal 2020. "Penurunannya 11% kalau dari kebijakan cukai yang naik eksesif," ujar Willem pada diskusi virtual, Minggu (30/8).
Sementara, faktor kedua yaitu pandemi corona atau Covid-19. Willem memperkirakan pandemi ini berkontribusi sebesar 19% terhadap penurunan kinerja industri rokok. "Pukulan paling berat itu adalah Covid-19," kata Willem.
Bahkan dia memprediksi penurunan produksi rokok masih akan berlanjut hingga tahun depan. Oleh karena itu dia tak sepakat jika pemerintah berencana menaikkan target penerimaan cukai rokok pada 2021.
Rencananya, pemerintah menaikkan target penerimaan cukai rokok menjadi Rp 172,75 triliun pada tahun depan. Artinya ada kenaikan target penerimaan sebesar 4,71%. "Kondisi ideal, tarif (CHT) enggak usah naik. Kita masih banyak pukulan, masih belum stabil," kata Willem.
Menurut dia target cukai rokok lebih baik sama dengan tahun ini yang sebesar Rp 164,9 triliun. Untuk menambah penerimaan negara, Willem menyarankan pemerintah bisa melakukan ekstensifikasi barang kena cukai (BKC).
Lebih lanjut, dia meminta agar pemerintah dapat mendorong kinerja IHT di dalam negeri. Menurutnya, daya saing industri rokok harus bisa ditingkatkan agar bisa berkompetisi di kancah global.
Dia juga meminta pemerintah untuk bisa terus memberantas rokok ilegal. "Kemudian membangun regulasi yang memberikan perlindungan kepada industri rokok," kata dia.
Analis Kebijakan Ahli Madya BKF Kementerian Keuangan Wawan Juswanto sebelumnya mengatakan, kenaikan target penerimaan cukai rokok untuk menambal defisit yang meningkat akibat pandemi virus corona Covid-19.
Saat ini, defisit APBN diproyeksi mencapai 6,34% atau sebesar Rp 1.039,2 triliun. “Pada 2021 defisit akan kita coba kendalikan sekitar 5,2%,” kata Wawan dalam diskusi virtual, Minggu (30/8).
Wawan mengatakan, pemerintah tak bisa menambal defisit APBN jika hanya mengandalkan kinerja perpajakan saja. Apalagi, kinerja di sektor bisnis sedang menurun saat ini, sehingga sulit untuk menarik pajak.
Sementara, Wawan menilai penerimaan cukai rokok masih cukup baik hingga saat ini. Wawan mengatakan, cukai ini berkontribusi 96% terhadap total penerimaan cukai. “Sedangkan (cukai) yang dari minuman beralkohol dan etil alkohol masih relatif kecil,” kata Wawan.
Meski demikian, Wawan menyebut meningkatnya target penerimaan CHT pada 2021 juga mempertimbangkan upaya pengendalian konsumsi rokok. Mengacu kepada RPJMN 2020-2024, pemerintah menargetkan untuk menurunkan prevalensi perokok berusia 18 tahun ke bawah menjadi 8,7% hingga 2024.
Pemerintah, lanjut Wawan, juga mempertimbangkan dari sisi industri rokok. Jangan sampai peningkatan target penerimaan cukai justru membuat industri ini kolaps. "Ketiganya ini kita coba baurkan dalam satu kebijakan," kata Wawan.