Pemerintah menargetkan biaya logistik Indonesia dapat dipangkas dari saat ini 23,5% menjadi 17%. Biaya logistik di Indonesia saat ini lebih mahal dibandingkan beberapa negara tetangga sehingga pelaku usaha sulit bersaing.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan penurunan biaya logistik tersebut akan dikontribusikan dari seluruh proses hulu hingga hilir. "Terutama dalam menghubungkan sektor transportasi, menyederhanakan proses, menghilangkan repetisi dan bisa memberikan kemudahan bagi pelaku usaha," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Bersama Ekosistem Logistik Nasional secara virtual, Kamis (24/9).
Sri Mulyani menjelaskan biaya logistik Indonesia saat ini kalah jauh dibandingkan Singapura dan Malaysia. Performa logistik dalam kemudahan berbisnis alias ease of doing business terkait jumlah hari, hingga jam untuk menyelesaikan logistik belum juga menunjukkan perbaikan signifikan. Performa RI dilihat dari perdagangan lintas batas dalam EODB hanya naik sedikit dari 67,3 ke 69,3. "Atau dalam hal ini tidak terlalu bagus," ujarnya.
Ia pun tak menampik kondisi sistem logistik Indonesia yang selama ini ruwet seperti benang kusut. Maka dari itu, pemerintah mengimplementasikan ekosistem logistik nasional alias national logistic ecosyste untuk mereformasi bidang logistik. Birokrasi logistik yang sebelumnya harus melewati 16 tahapan diefesiensi menjadi lima tahapan.
Dengan reformasi ini, sektor logistik bisa lebih meningkat tidak hanya dari sisi efisiensi, tetapi berkontribusi meningkatkan daya saing seluruh ekonomi nasional.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menilai penyederhanaan birokrasi hingga tarif logistik akan meningkatkan produktivitas dan nilai ekspor maupun impor Agus berkomitmen akan menyederhanakan proses pelayanan perizinan perdagangan internasional maupun domestik guna mendukung efisiensi logistik seperti penataan pergudangan.
"Serta bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk menjajaki pembangunan terminal barang sesuai kebutuhan," kata Agus dalam kesempatan yang sama.
Terminal barang, dinilai dia, sangat penting dalam meningkatkan proses dan produktivitas ekspor hingga impor. Peningkatan ini khususnya untuk impor bahan baku penolong ekspor.
Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan sektor logistik Indonesia saat ini tidak hanya dihadapkan pada tantangan Covid-19, tetapi juga ASEAN Connectivity 2025. Selain itu, Indonesia juga kini tengah berupaya menjadi negara terbesar ketujuh dunia pada 2030.
"Penurunan biaya logistik ini seharusnya merupakan rangkaian ke arah sana," ujar Yukki.
Presiden Joko Widodo sebelumnya juga pernah menyinggung masalah biaya logistik di Indonesia yang mahal lantaran masih banyaknya perizinan yang berulang. Hal tersebut ditambah kuatnya ego sektoral dari kementerian/lembaga terkait. “Kementerian/lembaga berjalan sendiri-sendiri,” kata Jokowi saat membuka rapat terbatas via video conference beberpaa waktu lalu.
Pada awal Maret lalu Jokowi juga menyatakan kecewa dengan program tol laut yang telah bergulir sejak 2015 lalu. Program tersebut tak mampu mengurangi disparitas harga antardaerah maupun tak berhasil memangkas biaya logistik antardaerah.
Jokowi menyebutkan biaya pengiriman barang dari Jakarta ke Padang, Medan, Banjarmasin, hingga Makassar masih lebih mahal dibandingkan dari Jakarta ke Hong Kong, Bangkok, dan Shanghai. Biaya pengiriman barang dari Surabaya ke Makassar bahkan jauh lebih tinggi dibandingkan ke Singapura.
Atas dasar itu, Jokowi meminta jajarannya menyelesaikan masalah tersebut secara detail dan komprehensif. Menurutnya, tol laut harus dikontrol dan menjadi semakin efisien.