Kampanye hitam terhadap kelapa sawit masih terus terjadi baik di dalam maupun luar negeri. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pun mengajak para pemangku kepentingan untuk memerangi kampanye negatif terhadap industri tersebut.
“Mengingat pentingnya industri ini bagi Indonesia, maka sangat penting untuk semua pihak bergandengan tangan, untuk memerangi kampanye negatif industri ini,” kata Luhut dalam Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2020 New Normal yang digelar secara virtual, Kamis (3/12).
Seperti diketahui, Indonesia kerap menghadapi kendala perdagangan ekspor CPO di sejumlah negara atau kawasan, salah satunya Uni Eropa. Selain itu, kampanye ini gencar dilancarkan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Ekspansi perkebunan kelapa sawit kerap disebut sebagai penyebab deforestasi, peningkatan emisi karbon, dan mengancam habitat orang utan. Tak jarang produk minyak sawit dan turunannya mesti menghadapi kampanye hitam hingga dibawa ke meja badan penyelesaian sengketa WTO.
Dalam kesempatan tersebut, Luhut juga menekankan agar industri kelapa sawit di Indonesia dapat dikelola secara berkelanjutan. Dengan demikian, industri tersebut dapat berkontribusi dalam memitigasi perubahan iklim yang saat ini menjadi perhatian dunia.
Menurutnya, sumbangan industri ini dalam perekonomian nasional semakin besar. Perannya dalam menciptakan kesempatan kerja, terutama di luar pulau Jawa semakin meningkat. Selain itu, industri sawit juga memberikan kontribusi bagi penciptaan nilai tambah perekonomian.
Tak hanya itu, lanjut dia, industri sawit juga menjadi kontributor utama penghasil devisa Indonesia sehingga dapat menopang ekonomi nasional saat pandemi Covid-19.
Ia pun mengatakan, industri kelapa sawit merupakan industri yang cukup stabil dan tidak terpengaruh pandemi secara signifikan. Hal ini tercermin dari ekspor minyak kelapa sawit Indonesia masih cukup tinggi, meskipun ada penurunan dibandingkan dengan tahun lalu.
Simak Databoks berikut:
Sampai September 2020, nilai ekspor minyak kelapa sawit telah mencapai US$ 13,84 milIar. "Industri kelapa sawit tetap menjadi garda terdepan pertahanan ekonomi Indonesia," ujar dia.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Agribisnis, Pangan dan Kehutanan Franky O. Widjaja mengatakan, industri sawit dapat menghasilkan minyak dengan lahan yang lebih efisien dibandingkan minyak jenis lainnya. "Minyak sawit merupakan minyak yang produksinya paling efektif," ujar dia.
Ia mencatat, rata-rata produksi minyak sawit mencapai 5 metrik ton per hektare per tahun sehingga hanya membutuhkan 40 juta hektare. Sementara itu, kedelai dengan produksi rata-rata produksinya 0,45 metrik ton per hektare per tahun yang membutuhkan 445 juta hektare lahan dan canola yang produksi rata-ratanya 0,78 metrik ton per hektare per tahun membutuhkan lahan seluas 290 juta hektare.
Indonesia dengan luas 189 juta hektar memiliki 16,38 juta hektar atau 7,5% lahan kebun sawit. Adapun, lahan sawit petani terdiri dari 2,6 juta lahan petani plasma dengan produktivitas 5-6 ton/ha/tahun dan 3,2 juta ha lahan petani swadaya dengan produktivitas 2-3 ton/ha/tahun.
Perkebunan sawit tersebut, lanjut dia, berkontribusi bagi pencapaian 10 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, seperti no poverty, zero hunger, hingga pendidikan berkualitas.
Salah satu produk turunannya, yaitu biodiesel, telah membawa Indonesia menjadi pusat pengembangan energi hijau terbarukan berkelanjutan. Melalui program biodiesel pada 2020, Indonesia telah menghemat US$ 5,13 miliar atau setara Rp 74,93 triliun.
"Kemudian program biodiesel meningkatan serapan tenaga kerja 10% per tahun yang berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan petani," ujar dia.