Kekalahan dalam sengketa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mmebuat Indonesia diserbu ayam impor dari Brasil. Namun, pemerintah masih berupaya mengajukan banding.
“Kita memang masih bisa mengulur waktu sambil menunggu hasil proses banding kita di WTO,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Syailendra, Jumat (23/4).
Sementara itu, ia mengimbau pengusaha untuk mempersiapkan diri. Sebab, harga pakan dan bibit ayam di dalam negeri sedang tinggi. Jika produk olahan ayam dari Brasil benar-benar masuk, maka industri di dalam negeri akan terpukul.
Ia mengatakan, saat ini harga bibit ayam atau Day Old Chicken (DOC) mencapai Rp 6.000 per ekor. Sementara harga pakan yang biasanya Rp 6.000 per kilogram kini berkisar antara Rp 7.500-8.300.
Tingginya harga pakan disebabkan oleh kenaikan harga jagung yang menjadi bahan baku. “Jagung itu sekarang tembus Rp6.000, biasanya cuma Rp3.900 paling murah Rp3.500,” kata Syailendra.
Sementara, harga pakan berkontribusi sebesar 60% terhadap harga eceran ayam.
Syailendra menambahkan, satu-satunya cara untuk melawan serangan impor dari Brasil adalah harus bersaing secara harga. “Jadi saya mendorong teman-teman di industri pakan dan unggas untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas kita agar harga pakan tetap terjaga, sebelum yang dari luar menyerbu kita,” kata dia.
Sebelumnya, Brasil menggugat Indonesia karena telah menutup impor ayam melalui WTO pada 2014 lalu. WTO kemudian memenangkan gugatan tersebut pada 2017.
Simak Databoks berikut:
Namun, Brasil menilai keputusan WTO itu tak pernah diimplementasikan. Lantaran Indonesia dinilai masih menghalang-halangi impor ayam dengan menunda sertifikasi kebersihan dan produk halal, Brasil pun kembali menggugat Indonesia pada Juni 2019.
Gugatan kedua itu pun kembali dimenangkan oleh WTO pada pada November 2020. Konsekuensi dari kekalahan ini, Indonesia harus mengubah ketentuan impor dan membuka pintu bagi masuknya daging ayam dari Brasil.