Buwas Tuding Ada Mafia Daging, Ini Respons Pedagang Pasar

ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/wsj.
Calon pembeli memilih daging sapi di Pasar Agung, Depok, Jawa Barat, Selasa (11/5/2021).
19/5/2021, 18.43 WIB

Harga daging sapi tetap melambung tinggi meskipun pemerintah sudah mengambil langkah impor. Angkanya kini berada di kisaran Rp 150 ribu per kilogram.

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menyebut situasi ini disebabkan campur tangan para mafia. “Ada mafia-mafia yang bermain dengan daging,” kata pria yang akrab disapa Buwas itu dalam rapat dengan Komisi IV DPR, Selasa (18/5). 

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran mengatakan, permasalahan lonjakan harga daging sapi memang erat kaitannya dengan permainan pihak-pihak tertentu. Namun, pedagang pasar bukan pelakunya 

Pernyataan Buwas, menurut dia, tidak salah. “Saya mengaminkan itu, karena di pasar para pedagang beli dengan harga yang sudah diatur oleh yang punya barang. Memang faktanya seperti itu,” kata Ngadiran kepada Katadata.co.id, sore tadi.

Penjualan daging sapi yang tidak sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) biasanya terjadi pada pasar-pasar yang tidak mendapatkan intervensi dari pemerintah. Yang berperan besar dalam menentukan harga adalah yang memiliki barang dalam jumlah besar.

“Kalau pedagang pasar belanjanya dengan keterbatasan. Kadang hanya beli satu dua kaki. Hanya beberapa saja yang kuat beli satu-dua ekor,” ucapnya. 

Sependapat dengan hal tersebut, Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Reynaldi Sarijowan mengatakan, kehadiran mafia daging bukan hanya terjadi baru-baru ini.

Praktik tersebut sudah ada sejak lama. Ia menduga ada campur tangan pihak tertentu. “Kalau dibiarkan terus, harganya akan dimainkan oleh pemain-pemain ini,” kata Reynaldi ketika dihubungi oleh Katadata.co.id.

Praktik permainan harga biasanya terjadi di rumah potong hewan (RPH) dan feedloter (tempat usaha penggemukan sapi). Pemerintah, menurut dia, perlu hadir untuk mengawal proses distribusi dari feedloter menuju pasar. “Pembuktian ‘mafia daging’ harus dibuktikan dengan data dan temuan, sehingga tidak menjadi asumsi publik yang ngawur,” ujarnya.

Pemerintah, melalui Kementerian Perdagangan, harus berkoordinasi dengan semua stakeholder mengenai distribusi dan harga daging. Penerapan HET tidak pernah efektif menghilangkan praktik mafia daging karena pemerintah hanya melibatkan satu pihak saja, yaitu pedagang dan distributor. “Padahal, di daging ada feedloter, RPH, pasar, dan seterusnya,” kata Reynaldi. 

Sebelumnya, Bulog sudah menjalankan operasi pasar daging sapi untuk menekan lonjakan harga daging sapi. Ada dua jenis daging yang disiapkan dalam operasi tersebut, yakin sapi-kerbau beku sebanyak 13 ribu ton dengan harga Rp 80 ribu per kilogram, serta daging sapi beku impor Rp 90 ribu per kilogram. 

Namun, Buwas mengakui langkah tersebut tidak mampu menurunkan harga daging sapi di pasaran. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Strategis (PHIPS), harga rata-rata daging sapi dua hari jelang lebaran di DKI Jakarta masih tergolong mahal, berkisar Rp 146.650 per kilogram. Sedangkan pada hari ini, harganya mencapai Rp 148.350 per kilogram.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi