Filipina Hentikan Penyelidikan, Produk Otomotif RI Bebas Bea Masuk

Donang Wahyu|KATADATA
Ilustrasi ekspor produk otomotif.
Penulis: Antara
Editor: Sorta Tobing
14/8/2021, 15.00 WIB

Komisi Tarif Filipina memutuskan menghentikan penyelidikan tindakan pengamanan atau safeguard impor produk otomotif dari Indonesia. 

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyebut keputusan itu sangat menggembirakan. “Kami berharap, akses ekspor mobil Indonesia ke Filipina dapat kembali terbuka,” katanya dalam keterangannya, Sabtu (14/8).

Keputusan itu sekaligus membebaskan produk otomotif Indonesia dari pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) secara definitif. Pengumuman resminya terjadi pada 11 Agustus 2021 berdasarkan Administrative Order Nomor 21-04 yang ditandatangani Departemen Perdagangan dan Industri Filipina. 

Penyelidikan safeguard terhadap produk otomotif Indonesia telah berlangsung sejak 17 Januari 2020 atas permohonan dari Aliansi Pekerja Logam Filipina. Aliansi merupakan serikat pekerja perusahaan mobil yang mengklaim terdapat kerugian dan/atau ancaman kerugian akibat lonjakan impor produk mobil.

Selama periode penyelidikan, otoritas Filipina juga memberlakukan pengenaan bea masuk tindakan pengamanan sementara (BMTPS) yang diimplementasikan sejak 1 Februari 2021.

Dengan Administrative Order tersebut, DTI tersebut resmi menghentikan pengenaan BMTPS. Selain itu, bea masuk cash bond BMTPS yang telah dibayarkan importir sebelumnya dapat dikembalikan. Sebelumnya, Filipina mengenakan BMTPS sebesar 70 peso atau kurang lebih Rp 21 juta per kendaraan. B

Indonesia dikenakan BMTPS untuk mobil penumpang atau passenger cars. Sedangkan, untuk produk kendaraan niaga ringan (LVC) tidak dikenakan BMTPS.

Nilai Ekspor Otomotif Indonesia ke Filipina

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor kendaraan bermotor Indonesia ke Filipina periode Januari sampai Juni 2021 tercatat sebesar US$ 414,2 juta dolar AS. Angka ini meningkat 34,4% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Penghentian penyelidikan safeguard ini diharapkan dapat mengembalikan, bahkan melampaui, nilai ekspor tertingginya pada 2017. Nilainya ketika itu mencapai US$1,2 miliar.

Pelaksana Tugas Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati mengatakan, pemerintah Indonesia telah menggunakan semua peluang yang ada untuk melakukan pembelaan sejak awal penyelidikan safeguard dilakukan. “Hal itu guna membuktikan tidak ada lonjakan impor baik secara absolut, maupun relatif,” katanya.

Indonesia juga secara simultan memanfaatkan forum regional ASEAN dan multilateral Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk menyampaikan keberatan atas kasus ini. “Kami mengapresiasi TC Filipina yang telah melakukan penyelidikan safeguard secara objektif dan transparan sejalan dengan kesepakatan WTO,” ucap Pradnyawati.