Perempuan Kuasai Bisnis UMKM Indonesia, Bantuan Dana Paling Dibutuhkan

ANTARA FOTO/Zabur Karuru
Pekerja menyelesaikan proses rempah-rempah menjadi bumbu dapur kering di UMKM Edelweis, Madiun Jawa Timur. Produk bumbu dan rempah kering mereka telah dijual di berbagai pasar daring termasuk mini market dan super market di sejumlah kota besar di Indonesia, serta melakukan ekspor skala kecil ke Singapura.
Penulis: Maesaroh
5/10/2021, 12.59 WIB

Lebih dari 50% bisnis usaha mikro dan kecil Indonesia dijalankan oleh perempuan. Namun, banyak dari mereka yang terpaksa menutup usahanya karena  kekurangan modal selama pandemi Covid-19.

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Teten Masduki mengatakan sebanyak 34% usaha menengah dijalankan perempuan.  Sementara itu, 56% usaha kecil dan 52% usaha mikro di Indonesia dimiliki Perempuan.

Berdasarkan data pemerintah, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 64,19 juta, di mana komposisi usaha mikro dan kecil sangat dominan yakni 64,13 juta atau sekitar 99,92% dari keseluruhan sektor usaha. 

Sasakawa Peace Foundation & Dalberg  juga menyebutkan persentase wirausaha perempuan di Indonesia cukup tinggi yaitu 21%, Jumlah ini jauh lebih tinggi di atas rata-rata global yang mencapai 8%.

"Perempuan adalah tulang punggung perekonomian kita. Memberdayakan UMKM berarti juga memberdayakan perempuan Indonesia," tutur Teten, dalam webinar "Semangat dan Aksi Perempuan Andalan untuk Indonesia", Selasa (5/10).

 Geliat bisnis UMKM menghadapi tantangan berat karena pandemi Covid-19. Teten menjelaskan sebanyak 90% dari UMKM yang dimiliki perempuan melaporkan kebutuhan akan dukungan dana yang sangat mendesak. 

Sebanyak 87% UMKM yang dimiliki perempuan merugi sangat besar karena pandemi dan 25% dari mereka kehilangan setengah pendapatannya.

"Dua dari tiga UMKM yang dimiliki perempuan terpaksa tutup permanen atau sementara selama pandemi,"tutur Mantan Kepala Staf Kepresidenan Ri tersebut.

Mengingat pentingnya dukungan modal itulah, pemerintah kemudian memberikan sejumlah bantuan modal melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Untuk tahun 2021, anggaran PEN untuk mendukung UMKM dialokasikan sebesar Rp 121,90 triliun, termasuk bantuan modal kerja.

 Teten menjelaskan banyaknya UMKM yang tutup selama pandemi disebabkan beberapa faktor. Di antaranya adalah turunnya permintaaan, berkurangnya kapasitas dan likuiditas,  kurangnya sumber daya manusia (SDM), serta kebijakan work from home dan study at home.

Selama ini, menurutnya,  kapasitas modal ataupun pembiayaan UMKM sangat terbatas oleh akses mereka ke perbankan.

Pasalnya, ada kewajiban agunan berupa aset untuk dapat meminjam ke bank. Karena itulah, dia menyambut adanya pembiayaan lewat digital yang tidak memerlukan agunan.

"Tapi dilihat track recor kesehatan perusahaannya. Ini penting karena UMKM memiliki keterbatasan pada aset yang bisa diagunkan," tutur pria kelahiran Garut tersebut.

 Untuk semakin memberdayakan UMKM, pemerintah juga akan mendorong mereka untuk memaksimalkan penggunaan digital. 

Diharapkan pada tahun 2030 mendatang, jumlah UMKM yang go digital  atau bisa bertransaksi di dunia e-commerce akan mencapai 30 juta, dari jumlah yang ada sekarang 15 juta.

Pertumbuhan UMKM yang bertransaksi di dunia digital meningkat pesat sebesar 99% dibandingkan awal 2020, atau sebelum pandemi.

"Pandemi mendorong UMKM masuk digital. Tapi catatan kami tidak semua UMKM berjualan di market karena ada sejumlah keterbatasan, termasuk skala usaha," ujar Teten.

Selain meningkatkan jumlah UMKM yang bisa berjualan di e-commerce, pemerintah akan terus mendukung bisnis mereka dengan menggandeng BUMN.

Nantinya, UMKM akan memasok kebutuhan bahan BUMN atau BUMN akan menjadi mitra dalam membantu produksi UMKM.

Sinergi ini sudah dimulai dengan menjadikan UMKM sebagai pemasok PT Pertamina, PT Perusahaan Listrik Negara, PT kimia Farma, PT Krakatau steel, perum perhutani dan PT RNI persero.