Kementerian Perdagangan berupaya untuk menyelesaikan perjanjian dagang dengan berbagai negara dan kawasan ekonomi. Salah satunya mengejar target meratifikasi perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership atau RCEP pada akhir tahun ini.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan pemerintah dan Komisi VI DPR sudah memulai rapat terkait proses ratifikasi RCEP. Selanjutnya pemerintah dan DPR akan menggelar Focus Group Discussion (FGD).
“Kami akan menyelesaikan terjemahan naskah (teks) dari perjanjian ini pada akhir November,” kata Lutfi dalam media briefing secara virtual, Jumat (8/10).
Lutfi menargetkan ratifikasi RCEP pada akhir Desember yang kemudian dapat dimanfaatkan dan diimplementasikan oleh para pelaku usaha di Indonesia pada 2022.
RCEP diinisiasi oleh Indonesia pada November 2011 dan resmi ditandatangani oleh 10 negara ASEAN ditambah dengan Australia, Selandia Baru, Cina, Korea Selatan, dan Jepang pada 15 November 2020. Kesepakatan ini setelah melalui perundingan selama tujuh tahun.
Beberapa negara anggota RCEP sudah menyelesaikan ratifikasi perjanjian ini yakni, Singapura, Thailand, Myanmar, Jepang dan Tiongkok.
Melalui RCEP, sebanyak kurang lebih 10 ribu produk asal Indonesia tidak dikenakan bea masuk untuk ekspor ke negara-negara anggota.
Selain RCEP, pemerintah juga berupaya menyelesaikan 13 perjanjian dagang lainnya. Seperti Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA) yang akan memasuki putaran ke-11 dan akan dilaksanakan pada musim gugur mendatang.
“Kami sudah menyelesaikan 48% terjemahan naskah (teks) dari perjanjian ini. Diharapkan akan secepatnya dapat dituntaskan,” kata dia.
Adapun anggota Komisi VI DPR RI Tommy Kurniawan menyatakan akan mendukung langkah pemerintah dalam menyepakati perjanjian perdagangan internasional sepanjang memberikan manfaat. Partisipasi Indonesia dalam RCEP merupakan langkah mengintegrasikan ekonomi global dan regional.
"Termasuk pada mata rantai pasok dunia dan juga global supply chain untuk meningkatkan efisiensi biaya operasional sehingga dapat menghasilkan produk yang lebih murah dan efisien," kata Tommy dalam webinar, Selasa (5/10).
Sebelumnya, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Vincent Piket mengatakan, perkembangan dari 10 putaran perundingan tersebut cukup baik dan stabil. Perjanjian ini diperkirakan mampu meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 4,6 miliar sampai 5,2 miliar euro pada tahun 2032.
Adapun, perjanjian dagang lain yang tengah dikebut penyelesaiannya yakni, Indonesia-Turki CEPA yang akan memasuki babak negosiasi baru pada saat penyelenggaraan G20 mendatang. Kemudian, Indonesia-Pakistan Trade in Goods Agreement (TIGA) yang sudah menyelesaikan perundingan putaran kedua pada April 2021 lalu.