Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia berada di level 51,20 pada Februari 2022. Level tersebut adalah yang terendah sejak Agustus 2021 (43,70) atau dalam enam bulan terakhir.
Kendati demikian, PMI Manufaktur Indonesia masih berada dalam fase ekspansif selama enam bulan berturut-turut. Tahap ekspansif sektor manufaktur ditandai oleh angka PMI yang berada di atas 50.
Sebagai informasi, PMI Manufafktur Indonesia berada di atas angka 50 sejak September 2021. PMI bahkan mencatat rekor tertingginya pada bulan Oktober 2021 (57,2). Pada bulan Januari 2022, PMI Manufaktur Indonesia berada di level 53,7.
Dalam laporannya, IHS Markit mengatakan melambatnya PMI Manufaktur Indonesia disebabkan oleh melonjaknya kasus Covid-19 di Indonesia. Kenaikan tersebut menurunkan permintaan pekerjaan baru dan produksi.
Sebagai catatan, kasus Covid-19 di Indonesia mulai menanjak di akhir Januari dan melonjak tajam selama Februari. Pada 16 Februari 2022, kasus Covid-19 di Indonesia bahkan mencapai 64.718, atau menjadi rekor tertinggi selama pandemi.
"Produksi manufaktur terus berekspansi, namun tingkat pertumbuhannya berkurang banyak pada bulan Februari karena infeksi Covid-19 kembali naik dan kenaikan biaya input berdampak pada output," tutur IHS Markit dalam laporannya, Selasa (1/3).
IHS Markit juga mengatakan perusahaan ragu-ragu untuk membangun inventori. Namun, sektor ketenagakerjaan dan aktivitas pembelian bertahan relatif tangguh dan kinerja pemasok membaik.
"Tekanan harga secara keseluruhan berkurang pada bulan Februari," tambah IHS Markit.
Bisnis baru, termasuk penjualan asing, juga mengalami perlambatan pertumbuhan, yang juga berkaitan dengan pandemi. Kondisi tersebut membuat kepercayaan bisnis di sektor manufaktur Indonesia turun
ke posisi terendah dalam 21 bulan.
Namun demikian, sebagian besar perusahaan terus berharap bahwa situasi Covid-19 akan dapat dikendalikan sehingga memungkinkan terjadinya perbaikan ekonomi ke depan.
Walaupun pertumbuhan produksi di Indonesia melambat, tingkat ketenagakerjaan naik pada level yang lebih cepat. Meski penambahannya masih marginal, tingkat penciptaan lapangan kerja merupakan yang paling cepat sejak
bulan Februari 2020.
"Perusahaan manufaktur Indonesia melaporkan meningkatkan kapasitas tenaga kerja mereka untuk mendukung
kenaikan permintaan dan produksi,"tutur IHS Markit.
Aktivitas pembelian perusahaan berada pada level yang lebih lambat pada bulan Februari tahun ini, sejalan dengan keseluruhan kondisi permintaan.
Perusahaan juga lebih berhati-hati dalam menyediakan pasokan di tengah-tengah perlambatan pertumbuhan permintaan.
Inventaris pasca produksi juga sedikit turun pada bulan Februari. Sementara itu, kinerja vendor membaik kedua kalinya pada tahun ini bahkan ketika infeksi Covid-19 kembali melonjak pada bulan Februari.
Menurut IHS Markit, permintaan percepatan pengiriman barang mendorong perbaikan kondisi perusahaan.
Penumpukan pekerjaan masih terjadi pada bulan Februari, namun pada laju yang tendah di tengah-tengah menurunnya permintaan pekerjaan baru dan waktu pemenuhan pesanan yang lebih baik.
Dari segi harga, baik biaya input maupun biaya output terus naik pada level yang melampaui rata-rata jangka panjang meskipun tingkat inflasi melambat sejak bulan Januari.
Kenaikan harga bahan baku dilaporkan secara luas di seluruh sektor manufaktur, yang seringkali dibebankan kepada pelanggan.
PMI Indonesia sempat berada di bawah level 50 sepanjang Maret 2020 hingga Oktober 2020, kecuali pada bulan Agustus 2020 di mana PMI sempat menyentuh level 50,8.
PMI Indonesia bahkan menyentuh level terendah sepanjang sejarah pada April 2020 dengan angka hanya mencapai 27,50 poin. PMI Mulai membaik menjelang awal tahun 2021 dan bahkan mencapai rekor baru di Mei tahun ini di level 55,3.
Namun, PMI Indonesia turun ke level 53,50 di bulan Juni 2021 karena lonjakan kasus Covid-19 akibat varian Delta. PMI terkontraksi pada dua bulan setelahnya di Juli sebesar 40,1. dan 43,7 di bulan Agustus.
PMI kembali ke level ekspansif pada September setelah adanya sejumlah pelonggaran.