Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Exim Bank Indonesia memiliki target pembangunan 5.000 desa devisa. Dari target tersebut, mereka baru membangun 167 desa devisa hingga Mei 2022. Untuk memenuhi ekspektasi yang ditargetkan, Exim Bank Indonesia akan memprioritaskan upaya mereka kepada usaha mikro dan kecil (UMK) pada tujuh sektor industri.
Direktur Eksekutif Exim Bank Indonesia, Rijani Tirtoso, mengatakan beberapa sektor prioritas yang dimaksud adalah perikanan, tekstil, kopi, dan cokelat. Rikani berharap sektor tersebut sejalan dengan permintaan di pasar ekspor.
"Tentu kami tidak bisa melakukan sendiri.Kami perlu menetapkan prioritas, sehingga kami betul-betul akan melakukan penetrasi pasar yang tepat," kata RIjani di Jakarta, Jumat (27/5).
Rijani mengatakan salah satu strategi yang digunakan untuk mencapai target 5.000 desa devisa adalah bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Adapun, Rijani baru saja menandatangani nota kesepahaman dengan Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag.
Secara singkat, nota kesepahaman tersebut mencakup tiga hal, yakni fasilitas pembiayaan ekspo nasional, peningkatan kapasitas pelaku ekspor dan pengembangan produk, serta promosi dan pertukaran data informasi dalam rangka pengembangan ekspor.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag, Didi Sumedi, mengatakan kontribusi UMK pada performa ekspor masih di bawah 5%. Didi optimistis angka tersebut dapat ditingkatkan melalui penandatanganan nota kesepahaman ini.
Di samping pembiayaan, Didi menilai asuransi ekspor menjadi instrumen penting bagi eksportir berskala UMK. Didi menilai saat ini pasar ekspor sudah memasuki kondisi ketidakpastian.
Untuk menumbuhkan sektor usaha kecil ini, kredit perbankan paling banyak disalurkan ke usaha kecil pada Januari 2022 dengan proporsi sekitar 37,1%. Persentase ini naik 4,12 poin dibanding Januari 2021. Berikut datanya:
Hal ini ditunjukkan dari revisi pertumbuhan ekonomi oleh International Monetary Fund (IMF) pada tahun ini dari 4,4% menjadi 3,6%. Selain itu, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) meramalkan perdagangan global akan susut dari 4,7% menjadi 3%.
Pada saat yang sama, eksportir berskala UMK rentan dengan potensi gagal maupun keterlambatan bayar oleh pembeli. Oleh karena itu, Didi menilai pembinaan pada eksportir UMK menjadi penting.
"Kami menyadari bahwa saat ini kita sudah memasuki kondisi ketidakpastian semakin nyata," kata Didi.