Kementerian Perhubungan atau Kemenhub menyatakan salah satu alasan peningkatan presentasi biaya tambahan bahan bakar atau fuel surcharge pada tiket penerbangan adalah harga avtur. Pemerintah mencatat harga avtur telah naik hampir 70% secara tahun berjalan.
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan, harga avtur berkontribusi hingga 60% dari harga tiket pesawat terbang. Dengan kata lain, beban operasional maskapai penerbangan selama delapan bulan 2022 tumbuh, sedangkan harga tiket hanya naik 10% sejak kuartal II-2022.
"Pertumbuhan harga avtur sangat memberatkan maskapai penerbangan karena mereka terdampak pandemi. Transportasi udara jadi pilihan utama untuk negara Kepulauan. Kami mempertimbangkan bagaimana maskapai tetap beroperasi melayani konektivitas dengan menjaga keselamatan dan kenyamanan," kata Adita di Terminal Kijing, Selasa (9/8).
Adita menyadari peningkatan fuel surcharge sebesar 5% akan menaikkan harga tiket pesawat, khususnya penerbangan domestik. Seperti diketahui, Kemenhub meningkatkan fuel surcharge dari 10% menjadi 15% dari tarif batas atas untuk penerbangan dengan pesawat mesin jet. Sedangkan untuk penerbangan dengan pesawat mesin baling-baling naik menjadi 25% dari tarif batas atas.
Namun demikian, Adita mengimbau maskapai penerbangan agar tidak hanya memanfaatkan peningkatan fuel surcharge untuk mengurangi beban operasional. Adita mendorong maskapai untuk melakukan inovasi pemasaran sehingga bisa menekan beban operasional tanpa menaikkan harga tiket penerbangan.
Salah satu inovasi yang ditawarkan oleh Adita adalah memaksimalkan faktor muat penumpang atau load factor dalam sebuah penerbangan. Hal tersebut penting lantaran pemerintah telah melonggarkan aturan load factor.
"Perlu upaya operator maskapai bagaimana melakukan kegiatan komersial agar load factor terus meningkat. Semakin tinggi load factor, keuntungan sebuah penerbangan makin tinggi," kata Adita.
Di samping itu, Adita mengatakan bahwa pemerintah telah memberikan beberapa insentif bagi maskapai penerbangan. Salah satu insentif yang dimaksud adalah pembebasan biaya mendarat dan biaya parkir pesawat (PJP4U) di bandara yang dikelola Kemenhub atau Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU).
Kebijakan tersebut tertuang pada Keputusan Dirjen Perhubungan Udara Nomor PR 14 Tahun 2022. Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) nol rupiah ini diberikan kepada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal yang beroperasi secara nyata melayani rute penerbangan dari dan ke bandar udara yang dikelola oleh UPBU di lingkungan Ditjen Perhubungan Udara.
Berdasarkan data Kemenhub, saat ini ada 268 bandara atau 78,82% dari total bandara di dalam negeri yang dikelola oleh UPBU. Namun demikian, sebanyak 60% penerbangan di Indonesia mendarat di bandara yang dikelola PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II. Angkasa Pura merupakan operator yang tidak termasuk pada UPBU, melainkan Badan Usaha Bandar Udara (BUBU).
Di sisi lain, Adita mengatakan peningkatan fuel surcharge tersebut merupakan hasil dari evaluasi pengenaan tarif serupa pada April-Juni 2022. Selain itu, salah satu Peraturan Menteri Perhubungan atau Permenhub membolehkan pengenaan fuel surcharge jika harga avtur membuat beban operasional maskapai naik lebih dari 10%.
Permenhub yang dimaksud Adita adalah Permenhub No. 20-2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
"Faktanya, sekarang sudah lebih dari 10%. Itu akhirnya yang membuat pemerintah memutuskan memberikan ruang lagi bagi maskapai," kata Adita.
Adita menekankan implementasi peningkatan fuel surcharge pada harga tiket tidak wajib dilakukan seluruh maskapai. Pasalnya, setiap pelaku maskapai penerbangan di dalam negeri perlu berkompetisi untuk menarik penumpang.
Adita menilai peningkatan sebesar 5% poin merupakan titik keseimbangan antara beban operasional maskapai dan keterjangkauan tiket pesawat bagi konsumen. Adapun, aturan fuel surcharge akan kembali dievaluasi atau pada kuartal IV-2022.