Harga beras medium I tembus Rp 15.000 per kg di sejumlah provinsi. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari harga eceran tertinggi atau HET beras medium senilai Rp 9.450 per kg.
Mengutip data hargapangan.id yang dirilis Bank Indonesia, harga rata-rata nasional beras medium I mencapai Rp 13.150 pada Jumat (17/2). Harga beras medium di sejumlah daerah tercatat tinggi yaitu DKI Jakarta Rp 14.950 per kg, Sumatera Barat Rp 15.250 per kg, Kalimantan Tengah Rp 15.500 per jg, dan Kalimantan Selatan Rp 15.950 per kg.
Sementara harga beras premium I mencapai Rp 14.000 per kg. Harga tersebut naik dibandingkan periode yang sama bulan lalu mencapai Rp 13.500 per kg.
Kemudian untuk harga rata-rata nasional beras bawah I mencapai Rp 11.400 per kg pada Jumat (17/2). Harga tersebut naik dibandingkan periode yang sama bulan lalu yang mencapai Rp 11.000 per kg.
Menurut data Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat bahwa beras juga menjadi salah satu komoditas penyumbang inflasi sebesar 2,34% pada Januari ini. Rata-rata harga beras terus naik sejak 2018.
Produktivitas Beras Turun
Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Dwi Andreas Santosa, mengatakan impor beras terbukti tidak berdampak signifikan pada harga beras. "Harga tetap tinggi, kemudian Bulog malah menyalahkan pihak lain,” ujar Dwi kepada Katadata.co.id, Kamis (16/2).
Dwi mengatakan, salah satu penyebab harga beras mahal adalah produksinya yang berkurang. Menurut dia, produksi beras dari 2019 sampai 2022 mengalami penurunan sebesar 1,7% per tahunnya. Meskipun tidak impor, namun stok beras nasional semakin menipis setiap tahunnya.
Menurut Dwi, kenaikan harga beras masih terjadi sampai saat ini merupakan hal yang wajar karena stok pemerintah memang sangat sedikit. Pemerintah tidak memiliki daya untuk meredam gejolak harga. Namun demikian, harga beras yang dijual di Indonesia masih terbilang relatif murah jika dibandingkan dengan harga beras di negara-negara lainnya.
Selain itu, penyebab harga beras naik karena musim paceklik yang biasa terjadi pada Januari hingga Februari. Oleh sebab itu, dia meminta pemerintah untuk lebih intensif melakukan operasi pasar guna merendamkan lonjakan harga beras saat ini.
Dia berharap pemerintah bisa menyerap gabah lebih banyak lagi saat panen raya di bulan Maret. Dengan demikian, pemerintah memiliki stok pangan sehingga tidak perlu impor.
Dwi mengatakan, serapan gabah saat panen raya tahun lalu sangat kecil. Akibatnya harga gabah anjlok dan petani rugi.
“Tercatat pada April-Juni 2022 lalu, harga gabah dan beras petani itu jauh di bawah HPP. Tentu hal tersebut tidak menguntungkan sama sekali untuk usaha tani. Saya khawatir petani menjadi enggan untuk bertani,” ujarnya.