Pemerintah tengah gencar memberantas aktivitas pakaian impor ilegal. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki mengatakan, berdasarkan analisa data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata potensi nilai impor pakaian ilegal (unrecorded) dalam lima tahun terakhir mencapai hampir Rp 100 triliun per tahun. Hal itu membuat industri tekstil dan produk tekstil (TPT) lokal merana.
“Industri pakaian lokal kita jelas terpukul dengan masuknya pakaian impor ilegal ini. Bayangkan porsinya itu mengisi 31% pasar domestik kita,” kata MenKopUKM Teten Masduki, di Jakarta, Selasa (28/3).
Teten mengungkapkan, berdasarkan data BPS, potensi nilai impor pakaian ilegal pada 2018 mencapai Rp 89,37 triliun. Setahun berikutnya mencapai Rp 89,06 triliun dan melonjak pada 2020 mencapai Rp 110,28 triliun.
"Kemudian pada 2021 dan 2022 masing-masing mencapai Rp 103,68 triliun dan Rp 104,41 triliun," ujarnya.
Bahkan menurutnya, aktivitas impor pakaian ilegal ini mengancam sekitar 533.217 pelaku industri mikro dan kecil di sektor pakaian, yang jumlah pemainnya sedang dalam tren menurun pada tiga tahun terakhir.
“Jumlah pelaku industri mikro dan kecil pada sektor pakaian jadi, pada 2019 dan 2020 masing-masing sebanyak 613.668 dan 591.390," kata dia.
Sementara untuk jumlah tenaga kerja yang terserap di dalam industri tersebut per 2021 lalu mencapai 999.480 jiwa. Oleh karena itu, dengan adanya impor pakaian ilegal tersebut, tentu akan memukul industri pakaian lokal yang saat ini sedang menurun.
Teten mengatakan, saat ini pemerintah tengah fokus untuk melakukan penerbitan dan pemberantasan produk pakaian impor ilegal, termasuk pemusnahan penjualan pakaian impor ilegal seperti di Pasar Senen dan Gedebage.
“Saat ini fokus penertiban dan pemberantasan pemerintah terhadap importir-importir nakal yang selama ini bermain di industri ilegal tersebut,” kata Teten.
Dia mengatakan, jika pasar atau toko yang menjual pakaian bekas impor ditutup tidak akan berdampak signifikan terhadap para pedagang. Sebab menurutnya para pedagang akan menemukan solusi untuk menjual barang dagangan lainnya.
"Justru jika pasar tersebut terus diizinkan maka UMKM khususnya di industri pakaian akan mati. Kalau pedagang itu mereka sangat adaptif, kalau sekarang mereka mungkin tidak bisa jual lagi pakaian bekas, mereka bisa jual pakaian produksi lokal. Jangan pakai tameng pedaganglah untuk menutupi importir pakaian bekas ini," ujar Teten.
Sementara bagi para pedagang baju bekas yang terdampak, KemenKop UKM telah membuka hotline pengaduan, yakni di nomor telepon 1500-587 atau via WhatsApp 08111451587.
“Dari data pengaduan yang telah masuk, rata-rata mereka meminta solusi bisnisnya. Nah kami akan fasilitasi permintaan mereka untuk bertemu dengan brand-brand fesyen lokal,” ujar Teten.
Selanjutnya, KemenKop UKM juga terus berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan dalam rangka mendukung pemulihan kesehatan industri TPT dalam negeri. Selain pemberantasan aktivitas impor pakaian bekas, dua instansi ini juga sedang menggodok restriksi non tarif bagi produk TPT impor.
Adapun pemerintah sebenarnya telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Dalam aturan Permendag itu, pakaian bekas dan barang bekas lainnya termasuk dalam barang yang dilarang impor dengan pos tarif atau HS 6309.00.00 dengan uraian pakaian bekas dan barang bekas lainnya dan tertera di bagian IV jenis kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.