Presiden Joko Widodo berencana mengembangkan titik perekonomian baru di daerah perbatasan dengan Papua Nugini. Hal tersebut merupakan salah satu capaian dari pertemuan dengan Perdana Menteri James Marape di Port Moresby, Rabu (5/7).
Jokowi mencatat nilai perdagangan antara Indonesia dengan Papua Nugini telah mencapai US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,51 triliun per tahun. Secara rinci, nilai ekspor Indonesia ke Papua Nugini mencapai US$ 224 juta dan nilai impornya senilai US$ 63 juta.
Dengan kata lain, neraca perdagangan Indonesia dengan Papua Nugini surplus hingga US$ 181 juta atau sekitar Rp 2,72 triliun. Menurutnya, salah satu pendorong perdagangan tersebut adalah antara Desa Skouw Yambe di Provinsi Papua, Indonesia dan Wilayah Wutung di Provinsi Sandaun, Papua Nugini.
"Kalau di titik lain dikembangkan zona ekonomi seperti itu akan baik, kami tawarkan dan Papua Nugini setuju," kata Jokowi dalam saluran resmi Sekretariat Presiden, Kamis (6/7).
Di sisi lain, Jokowi menyampaikan kunjungannya menghasilkan kesepakatan terkait hilirisasi mineral. Langkah awal yang akan dilakukan adalah studi terkait terkait hilirisasi.
Jokowi menyarankan pemerintah Papua Nugini untuk melihat hilirisasi nikel yang ada di beberapa kawasan industri, seperti Morowali, Weda Bay, dan Gresik. Menurutnya, ketiga kawasan industri tersebut akan memberikan gambaran kepada jiran Indonesia itu terkait hilirisasi nikel dan tembaga.
Di samping itu, Jokowi menawarkan pemerintah Papua Nugini untuk bekerja sama dengan perusahaan Indonesia terkait hilirisasi. Menurutnya, hal tersebut penting agar Papua Nugini dapat mengembangkan mineral di negaranya.
"Kami terbuka untuk kemajuan bersama, terutama untuk Global South," kata Jokowi.