Produsen makanan dan minuman mulai menaikkan harga produknya imbas harga gula dunia yang tinggi. Kenaikan harga tersebut terutama dilakukan untuk produsen makanan dan minuman skala kecil.
Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia atau GAPMMI, Adhi S. Lukman, usaha kecil menengah atau UKM langsung terdampak kenaikan harga gula karena stoknya sedikit. Mereka membeli bahan baku dalam jangka pendek.
“Bahkan mereka membeli gula secara harian dan mingguan, otomatis mau tidak mau kesulitan kalau harga gula tinggi,” kata Adhi saat ditemui di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (18/7).
Sementara produsen makanan dan minuman skala masih banyak yang belum menaikkan harga produknya. Pasalnya, pelaku industri besar biasanya memiliki kontrak jangka panjang dengan pemasok.
Saat ini, pelaku industri skala besar masih menggunakan stok Gula Kristal Rafinasi atau GKR yang diimpor awal 2023. Sementara kenaikan tertinggi harga gula global baru terjadi sejak Mei.
Namun demikian, Adhi mengatakan, produsen makanan dan minuman skala besar kemungkinan akan ikut menaikkan harga jika harga gula masih tinggi awal 2024.
“Perkiraan saya mungkin awal tahun baru kita akan lakukan perubahan-perubahan harga produk makanan dan minuman jika harga gula dunia masih terus tinggi,” ujar Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia atau GAPMMI, Adhi S. Lukman, saat ditemui di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (18/7).
Penyebab Harga Gula Naik
Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan harga gula dunia saat ini tengah melambung imbas pasokan negara produsen yang anjlok. Kondisi tersebut berdampak pada harga gula di Indonesia.
Arief mengatakan, berkurangnya pasokan gula disebabkan oleh sejumlah faktor. Salah satunya adalah berkurangnya pasokan dari Brazil yang saat ini tengah menggencarkan penggunaan bahan baku tebu menjadi etanol atau biodiesel. Selain itu, pasokan gula berkurang akibat penurunan produksi di India dan Thailand.
Menurut dia, kenaikan harga gula tersebut berdampak pada Indonesia. Pasalnya saat ini Indonesia masih impor gula.
Untuk mengantisipasi kenaikan harga gula dunia, Bapanas memastikan perhitungan Neraca Gula Nasional sesuai dengan angka produksi dan kebutuhan atau konsumsi di lapangan. Selain itu, Bapanas melakukan percepatan kajian dan penyesuaian Harga Acuan Pembelian atau Penjualan gula konsumsi.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea Cukai yang diolah Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2022 Indonesia mengimpor gula sebanyak 6 juta ton. Volume impor gula tersebut meningkat 9,6% dibanding 2021 (year-on-year/yoy), sekaligus menjadi rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Berikut volume produksi, konsumsi, dan ekspor gula dunia dalam tiga tahun terakhir seperti tertera dalam grafik.