Belasan truk besar lalu-lalang di sepanjang jalur Desa Muara, Kecamatan Teluknaga, Tangerang, Banten. Gemuruh suara truk tersebut membuat jalanan di sepanjang Desa Muara menjadi sering bergetar. Ditambah, jalanan itu menjadi sangat berdebu dan gersang saat di siang hari.
Truk tersebut membawa gundukan tanah yang menjadi material pembangunan Pantai Indah Kapuk 2. Kawasan perumahan elite tersebut dibangun oleh PT Pratama Abadi Nusa Industri Tbk yang berganti nama menjadi PT Pantai Indah Kapuk Dua
Secara keseluruhan, terdapat tiga desa yang bersentuhan langsung dengan proyek pembangunan PIK 2 yaitu Desa Muara, Desa Lemo, dan Desa Salembaran. Ketiga desa tersebut berada di wilayah Kabupaten Tangerang.
Salah seorang warga Desa Muara Angke, Qadim, mengatakan suara gemuruh truk tersebut kerap mengganggu warga desa sekitar PIK 2. Apalagi pengerjaan proyek kerap dilakukan hingga malam hari.
“Pengerjaan proyeknya dari pagi sampai malam, kalau malam suara truk-truk yang lewat sangat mengganggu warga yang ingin istirahat,” kata Qadim, warga yang tinggal di Desa Muara, saat ditemui Katadata, Selasa (1/7).
Tembok Pemisah Kesenjangan
Namun demikian, suara bising truk tersebut hanya sebagian kecil dari dampak negatif pembangunan PIK 2 yang dirasakan warga. Lebih jauh, pembangunan PIK 2 menyebabkan warga kehilangan akses jalan, banjir, bahkan kehilangan pekerjaan.
Berdasarkan pantauan Katadata, pengembang PIK 2 membangun tembok setinggi 5 meter yang membatasi perumahan elite dengan warga asli Desa Muara, Desa Limo dan sebagian Desa Salembaran. Tembok tinggi sepanjang 6 km tersebut menyebabkan akses jalan tikus yang biasa digunakan warga menjadi tertutup.
Akibatnya, warga hanya bisa memanfaatkan satu jalur kecil untuk menuju jalan utama di depan Kompleks PIK 2. Jalur yang bisa dilalui warga tersebut berupa jalan kecil yang tidak tersambung dengan jalan utama PIK 2 yang elite.
Hal ini seperti menciptakan dua dunia yang berbeda lantaran warga desa maupun penghuni PIK 2 tidak akan bisa berada di jalan yang sama.
“Kita sekarang kalau mau ke seberang, atau ke PIK 2 itu harus muter-muter memang, yang dulunya bisa lewat jalur tikus deket banget, sekarang jadi bisa 30 menit,” kata Qadim.
Pembangunan tembok yang menjulang tinggi tersebut juga sempat viral di media sosial. Dalam video yang diunggah akun TikTok @satelitegoogleearth, nampak Desa Salembaran yang kini dikelilingi dengan tembok tinggi sebagai pembatas dengan PIK 2.
Adanya tembok yang menjulang tinggi tersebut juga menghalangi aliran udara bagi warga. Akibatnya pemukiman warga menjadi sumpek.
Lebih lanjut, Qadim menyebutkan kerugian yang paling dirasakan akibat adanya mega proyek PIK 2 tersebut adalah banjir. Desa Muara Angke dan Lemo sering terjadi banjir dengan ketinggian air hingga 1 meter saat musim hujan berlangsung.
“Untungnya kalau banjir mereka dari pihak pengembang mau tanggung jawab, kaya suka kasih bantuan berupa makanan, minuman,” kata dia.
Banyak Warga Kehilangan Pekerjaan
Di sisi lain, Ketua RT 6 Desa Muara, Bakri, mengatakan kerugian yang dirasakan imbas adanya mega proyek itu adalah kehilangan mata pencaharian.
Pada mulanya, dia adalah seorang nelayan yang selalu mencari nafkahnya dari hasil menambak ikan. Namun proyek PIK 2 menyebabkan semua tambak ikan dan empang dikeruk.
“Saya tadinya adalah pedagang ikan, saat ada proyek pembangunan itu tambak ikannya sudah dikeruk semua, jadi mata pencaharian saya mati, sekarang cuma bisa jual gorengan yang untungnya engga seberapa,” kata dia.
Dia mengatakan, sekitar 80 persen warga Desa Muara Angke dan Lemo tadinya merupakan nelayan. Namun saat ini warga desa tersebut kehilangan pekerjaannya.
Oleh sebab itu, dia sangat menyayangkan adanya proyek PIK 2. Pasalnya, pihak pembangun juga tidak memberikan ganti rugi kepada warga-warga yang sudah dimatikan mata pencahariannya.
“Makanya adanya proyek ini sangat menyulitkan warga, hasilnya empang jadi diuruk, akses jalanan susah. Kalau jadi ayam sudah engap engapan,” tuturnya.
Menurut Bakri, banyak warga yang takut dan tidak bisa menyuarakan protes terkait kerugian yang telah dirasakan. Dia berharap, kedepannya pemerintah bisa lebih memperhatikan permasalahan seperti ini.
Sebagai informasi, pengembang PIK 2, PT Pratama Abadi Nusa Industri Tbk sudah melantai di Bursa Efek Indonesia sejak 2018 lalu, dengan kode emiten PANI. Namun dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan pada Juni lalu, nama perusahaan berganti dari PT Pratama Abadi Nusa Industri Tbk menjadi PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk alias PIK 2.
Selain itu, PANI juga memilih presiden direktur baru Sugianto Kusuma alias Aguan. Lelaki berjulukan Sang Naga Properti itu masuk ke PANI saat PT Multi Artha Pratama (MAP) mengambil saham 80% perusahaan pada 2021.
Katadata.co.id telah berupaya menghubungi PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk untuk mendapatkan konfirmasi dan tanggapan mengenai keluhan warga PIK 2 tersebut. Namun demikian, manajemen PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk belum memberikan konfirmasinya hingga berita ini diturunkan.