Kementerian Perdagangan atau Kemendag menyampaikan revisi Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag No.50/2020 tentang perdagangan melalui sistem elektronik atau PMSE akan terbit pada September 2023.
Permendag dinilai dapat mengantisipasi dampak Project S Tiktok yang berpotensi mematikan produk UMKM di platform social commerce.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas mengatakan saat ini Kemendag sedang menunggu harmonisasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atau Kemenkumham.
“Jika bulan ini rampung, September depan terbit aturannya. Harus diatur dan ditata biar tidak merugikan UMKM kita,” ujar Zulhas saat ditemui di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (4/8).
Dia mengatakan Kemendag sudah selesai membahas revisi Permendag No. 50/2020 tersebut. Untuk itu, ia berharap Kementerian terkait juga bisa segera menyetujui revisi Permendag tersebut.
Zulhas menjelaskan terdapat empat poin yang direvisi dalam aturan tersebut:
1. Pemerintah memperlakukan platform e-commerce sama dengan pedagang offline dengan menarik biaya pajak hingga mengatur perizinannya.
2. Penetapan batas minimal harga barang impor US$ 100 per unit yang diperdagangkan di lokapasar atau marketplace oleh pedagang luar negeri.
“Usulannya jadi belanja barang yang impor itu ada penetapan batas minimal US$ 100, Minimal nominalnya US$ 100. Kalau barang dalam negeri ya boleh, Rp 1.000, Rp 2.000 boleh aja,” kata Zulhas.
3. Mengatur lebih jelas definisi social commerce sebagai salah satu bentuk penyelenggara PMSE.
4. Persyaratan tambahan bagi bagi pedagang luar negeri yang bertransaksi di marketplace dalam negeri, seperti komitmen pemenuhan SNI dan persyaratan teknis barang/jasa yang ditawarkan.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki meminta Kemendag untuk segera mengeluarkan revisi Permendag No.50/2020 tentang perdagangan melalui sistem elektronik atau PMSE. Teten mengatakan e-commerce tak bisa membedakan produk lokal atau impor yang dijual di platformnya
“Ketika saya mau buat kebijakan subsidi untuk UMKM di platform online saat pandemi Covid-19, semua pelaku usaha tidak bisa memisahkan mana produk UMKM dan yang impor,” kata Teten di Kantor Kemenkop UKM, di Jakarta, Rabu (12/7).
Untuk itu, ia mendesak Kementerian Perdagangan atau Kemendag agar merevisi Permendag Nomor 50/2020 yang saat ini baru mengatur perdagangan di e-commerce, bukan social commerce. Ia mengatakan revisi aturan tersebut sudah diwacanakan sejak tahun lalu, tapi hingga kini masih belum terbit.
"Saya hanya mau melindungi produk UMKM supaya ada playing field yang sama dengan produk dari luar, jangan kemudian mereka diberi kemudahan,” ujar Teten.
Pengguna TikTok di seluruh dunia bertambah 12,6% dibandingkan pada tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Jika dibandingkan kuartal sebelumnya, aplikasi besutan Bytedance ini naik 3,9% (quarter-to-quarter/qtq).
Berdasarkan negaranya, pengguna TikTok paling banyak masih berasal dari Amerika Serikat. Terdapat 116,49 juta pengguna TikTok yang berasal dari Negeri Paman Sam pada April 2023.
Adapun Indonesia juga kukuh di peringkat kedua dengan jumlah pengguna TikTok terbanyak dunia yaitu mencapai 112,97 juta pengguna. Jumlah tersebut hanya selisih 3,52 juta pengguna dari jumlah pengguna TikTok di AS.