Alasan Pemerintah Tetap Impor Jagung Meski Data Stok Masih Surplus

ANTARA FOTO/Siswowidodo/tom.
Ilustrasi. Proyeksi produksi jagung sepanjang 2023 mencapai 18,19 juta ton dengan rencana impor sejumlah 606.329 ton.
Penulis: Agustiyanti
16/10/2023, 16.43 WIB

Pemerintah melalui Perum Bulog berencana mengimpor jagung sebanyak 500 ribu ton pada akhir tahun ini. Plt Menteri Pertanian Arief Prasetyo Adi menekankan, impor jagung dibutuhkan untuk menjaga stabilitas harga di tingkat peternak kecil yang mulai naik.

Arief mencatat, neraca jagung nasional pada empat bulan terakhir mengalami defisit. Badan Pangan Nasional mendata, rata-rata nasional harga jagung di tingkat peternak naik hingga mencapai Rp 7.050 per kilogram (kg) hari ini, Senin (16/10).

"Kalau nanti ada berita Plt Menteri Pertanian sukanya mengimpor, tidak. Saya sampaikan ini adalah untuk pemenuhan kebutuhan jagung pakan," katanya dalam konferensi pers peluncuran Gerakan Pangan Murah, Senin (16/10).

Bapanas mendata, harga jagung tertinggi ada di Papua yang mencapai Rp 12.120 per kg, sedangkan harga jagung terendah di Sulawesi Selatan senilai Rp 5.650 per kg. Denagn demikian, harga jagung di penjuru negeri lebih tinggi daripada Harga Pembelian Pemerintah, yakni Rp 5.000 per kg.

Arief pun meminta Badan Pusat Statistik untuk merilis hasil pendataan produksi jagung di dalam negeri secara tahun berjalan. Hal tersebut penting untuk memperbarui neraca jagung nasional yang saat ini masih mencatatkan surplus 5,5 juta ton.

Berdasarkan paparan Bapanas, proyeksi produksi jagung sepanjang 2023 mencapai 18,19 juta ton dengan rencana impor sejumlah 606.329 ton. Sementara itu, total kebutuhan jagung tahun ini mencapai 16,67 juta ton.

Surplus dalam neraca jagung tahun ini disebabkan oleh stok jagung awal 2023 yang mencapai 4,06 juta ton. Dengan demikian, ketahanan stok jagung sepanjang tahun adalah 84 ton per hari.

Meski demikian, neraca tersebut belum diperbarui dengan realisasi produksi sejak awal paruh kedua 2023. Arief menekankan, posisi pemerintah saat ini tidak harus mempertahankan surplus meski produksi di dalam negeri tetap harus diperbaiki.

"Kami harus jelaskan kondisi hari ini produksi jagung berkurang karena El Nino, kurang air, bibitnya kurang bagus, dan pupuknya enggak sampai. Itu akan kami perbaiki," ujarnya.

Ia juga mengatakan bahwa telah meminta Perum Bulog agar penjadwalan impor jagung tidak bersamaan dengan panen raya jagung di dalam negeri. Maka dari itu, Arief mengarahkan agar proses impro jagung tersebut dilakukan secepatnya.

Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto mengaku telah memiliki jadwal impor jagung. Namun Suyamto masih enggan mengumumkan jadwal tersebut.

Suyamto mengatakan, proses impor masih tersendat oleh proses administrasi di Kementerian Perdagangan. Walau demikian, Suyamto telah akan langsung melakukan tender pengadaan jagung impor tersebut dengan penekanan pada waktu pengapalan.

"Kami akan cari kapal tercepat untuk mengirim jagung impor tersebut sambil kami koordinasi dengan peternak mandiri," kata Suyamto kepada Katadata.co.id, Senin (16/10).

Suyamto mengaku telah menginstruksikan seluruh cabang Bulog untuk mendata kebutuhan seluruh peternak kecil di penjuru negeri.

Pelemahan Rupiah

Harga jagung impor dipengaruhi oleh harga interasional nilai tukar. Bank Indonesia mendata, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mencapai Rp 15.709 pada akhir pekan lalu, Jumat (13/10). Di sis lain, harga jagung internasional telah susut 26,4% secara tahun berjalan menjadi US$ 496,79 per gantang.

Oleh karena itu, ia mengatakan, Bulog akan mencari harga jagung internasional yang paling kompetitif. Smeentara itu, strategi yang telah disiapkan dalam distribusi jagung tersebut ke peternak adalah subsidi sekitar Rp 1.000 per Kg.

Suyamto mensimulasikan harga jagung internasional yang akan diserap adalah antara Rp 4.800 sampai Rp 5.000 per Kg. Adapun, angka tersebut akan mencapai sekitar Rp 6.000 per Kg di dalam negeri.

Jagung impor tersebut akan didistribusikan ke peternak kecil sesuai dengan HAP jagung, yakni Rp 5.000 per Kg. "Jadi, subsidinya sekitar Rp 1.000 lah," kata Suyamto.

Reporter: Andi M. Arief