Pemerintah Cari Solusi Masalah LRT, Pengamat: Harusnya Masih Uji Coba

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/tom.
Pekerja membersihkan lantai gerbong kereta ringan atau Light Rail Transit (LRT) di Jakarta, Senin (18/9/2023). LRT Jabodebek kembali melakukan penambahan jumlah perjalanan dari 158 perjalanan setiap harinya bertambah menjadi 230 perjalanan per hari yang resmi diberlakukan pada Senin (18/9) guna memenuhi peningkatan kebutuhan para pengguna jasa.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Sorta Tobing
30/10/2023, 17.57 WIB

Kementerian Perhubungan masih membahas persoalan pemeliharaan kereta api ringan atau LRT yang baru beroperasi dua bulan. Pada saat yang sama, LRT Jabodebek masih melanjutkan perawatan terhadap 15 rangkaian keretanya.

Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan pemerintah sedang fokus mengidentifikasi permasalahan LRT dengan seluruh pemangku kepentingan. Pihaknya juga mencari solusi terbaik terkait komersialisasinya. "Kami sedang membahas bersama semua stakeholders," kata Adita kepada Katadata.co.id, Senin (30/10).

Sebanyak 13 rangkaian LRT Jabodebek mendapatkan perawatan bubut roda. Hal tersebut bertujuan untuk memastikan kondisi roda keretea sesuai dengan persyaratan LRT Jabodebek. Di samping itu, PT Kereta Api Indonesia menemukan dua rangkaian LRT mengalami gangguan integrasi sistem persinyalan.

Beberapa pengamat transportasi  menilai pengoperasian LRT secara komersial terlalu cepat dibandingkan komersialisasi Moda Raya Terpadu atau MRT Jakarta. Selain itu, tarif yang berlaku juga mendapat kritik dari para pengguna. "Semua akan jadi masukan bagi kami selaku regulator," ujar Adita.

Ketua Institusi Studi Transportasi Darmaningtyas mengatakan perawatan 15 rangkaian LRT tersebut tidak wajar pada masa operasional. Kereta LRT seharusnya membutuhkan waktu yang lebih lama sebelum masuk masa perawatan.

Darmaningtyas menganalogikan perawatan rangkaian LRT tersebut dengan perawatan sepeda motor dan mobil. Dengan demikian, kereta LRT seharusnya menempuh ribuan kilometer terlebih dahulu sebelum masuk masa perawatan.

Pengamat Transportasi Publik Djoko Setijowarno mengatakan pemerintah memaksakan komersialisasi LRT terlalu cepat. Padahal, statusnya saat ini masih masuk dalam masa uji coba.

Djoko tidak heran dengan masifnya  jumlah rangkaian LRT yang masuk bengkel. Sebab, kerusakan pada rangkaian kereta merupakan hal yang wajar pada masa uji coba.

Ia justru menduga operator takut mendapatkan konsekuensi saat melaporkan kondisi kereta  yang seharusnya masih dalam masa uji coba. Alhasil, LRT dipaksakan untuk masuk masa komersial dengan tarif yang wajar.

Tarif LRT selama September 2023 menggunakan skema satu tarif, yakni Rp 5.000 setiap perjalanan. Namun, tarif LRT  mulai menggunakan skema normal per Oktober 2023 atau hingga sekitar Rp 20.000 untuk jarak terjauh.

Djoko menyarankan agar operator memangkas tarif LRT dengan tarif maksimal senilai Rp 10 ribu untuk setiap perjalanan. Hal tersebut akan menekan kekecewaan masyarakat terhadap pengoperasian LRT yang seharusnya masih pada masa uji coba.

"Tarif LRT saat ini sudah mahal, macet, hasilnya orang kecewa. Kalau tarif LRT hanya bayar antara Rp 5.000 sampai Rp 10 ribu, enggak mungkin orang minta pelayanan cepat," kata Djoko kepada Katadata.co.id.

Reporter: Andi M. Arief