Ombudsman Republik Indonesia atau ORI berencana merekomendasikan perubahan kebijakan wajib tanam dalam impor bawang putih. Kebijakan tersebut dinilai gagal karena produksi bawang putih tidak meningkat sejak kebijakan tersebut diterbitkan pada 2017.
Anggota ORI Yeka Hendra Fatika menilai, produksi bawang putih seharusnya naik karena total kewajiban tanam importir mencapai 45.000 ton bawang putih per tahun. Namun, realisasi produksi bawang putih nasional justru susut ada 2020-2022.
"Jelas kebijakan wajib tanam itu gagal. Kalau gagal, evaluasi dong, di mana letak kegagalannya. Selain itu, masa kewajiban tanam didasarkan rencana? Kewajiban itu didasarkan realisasi," kata Yeka dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (16/1).
Yeka menjelaskan, dasar perhitungan volume wajib tanam bawang putih adalah Rencana Impor Produk Hortikultura atau RIPH bawang putih. Menurutnya, hal tersebut tidak logis jika melihat kebijakan serupa di komoditas lain, seperti kebijakan kewajiban pasar domestik atau DMO minyak goreng.
Kementerian Perdagangan mewajibkan eksportir minyak sawit mentah atau CPO untuk memproduksi minyak goreng yang dipasarkan di dalam negeri. Eksportir dapat bekerja sama dengan produsen minyak goreng untuk memenuhi syarat tersebut.
Adapun kuota ekspor akan diberikan setelah Kemendag memverifikasi eksportir CPO selesai melakukan DMO tersebut. "Mekanisme wajib tanam bawang putih harus berdasarkan pemeriksaan mendalam, enggak bisa dikarang-karang. Intinya, kebijakan ini gagal, harus diubah, tapi konsepnya bagus," ujarnya.
Yeka mengusulkan agar kebijakan wajib tanam tersebut diubah menjadi bantuan lain ke petani, seperti bantuan pupuk. Namun, nilai bantuan tersebut harus sama dengan produksi wajib tanam tersebut. Ia menghitung, biaya penanaman bawang putih per hektar mencapai Rp 70 juta. Menurutnya, hasil produksi bawang putih per hektar adalah tiga ton.
Selain itu, Yeka mengatakan importir bawang putih dapat memberikan dana bantuan riset bibit bawang putih untuk pengembangan produksi bawang putih nasional. Yeka menilai performa produksi bawang putih di luar negeri merupakan hasil penelitian bibit selama puluhan tahun.
"Pemerintah punya Badan Riset dan Inovasi Nasional, Badan Standardisasi Instrumen Pertanian, dan perguruan tinggi. Kalau importir bawang putih memberikan Rp 1,54 miliar ke perguruan tinggi untuk meneliti bibit, saya yakin 2-3 tahun ke depan kita punya bibit bawang putih yang bagus," katanya.