Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo memperkirakan pelemahan rupiah selama dua pekan terakhir yang menuju level Rp 16.000 per dolar AS berpotensi memicu kenaikan harga pada kuartal kedua tahun ini. Pelemahan rupiah juga dapat menganggu daya saing industri, bahkan memicu PHK.
Berdasarkan data Bank Indonesia, nilai tukar rupiah konsisten melemah sejak 21 Maret 2024 sampai awal pekan ini, Selasa (2/4). Rupiah dilego senilai Rp 15.923 per Dolar Amerika Serikat per kemarin, Rabu (3/4).
"Kenaikan biaya overhead produksi dapat terjadi bila pelemahan rupiah dibiarkan terlalu lama," kata Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani kepada Katadata.co.id, Kamis (4/4).
Shinta menjelaskan, kenaikan biaya produksi disebabkan sebagian besar bahan baku sektor manufaktur domestik masih bergantung pada impor. Dengan demikian, Shinta memproyeksikan pelemahan yang berlanjut berpotensi menghentikan sebagian atau semua kegiatan usaha manufaktur dan membuat kemungkinan PHK.
Selain penghentian produksi, Shinta mengatakan peningkatan biaya produksi karena pelemahan rupiah akhirnya akan membebani konsumen. Harga jual produk manufaktur akan naik di pasar.
Walau demikian, Shinta mengakui pelemahan rupiah dapat mendorong performa ekspor. Namun, ia menekankan peningkatan ekspor menjadi kontraproduktif di tengah tren pelemahan harga komoditas.
"Pelemahan harga terjadi khususnya pada komoditas-komoditas ekspor utama Indonesia. Ini yang menyebabkan penipisan surplus neraca dagang selama setahun terakhir," katanya.
Di samping itu, Shinta berpendapat peningkatan pabrikan berorientasi ekspor di tengah pelemahan rupiah tidak mendukung penciptaan lapangan kerja. Shinta mengingatkan bahwa sektor manufaktur merupakan kontributor terbesar ke perekonomian nasional.
"Penurunan kinerja sektor manufaktur sama dengan penurunan pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Berdasarkan data Kemenaker, total tenaga kerja yang terkena PHK sepanjang 2023 mencapai 359.858 orang. PHK terbesar terjadi pada Desember 2023 yang mencapai 18,02% dari total PHK atau 64.885 orang.
Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah PHK terbanyak yang mencapai hampir 35% dari total PHK atau sejumlah 125.743 orang. Capaian tersebut diikuti Jawa Tengah dengan total PHK senilai 69.286 orang.
Sebelumnya, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam mengatakan PHK massal tersebut didorong oleh dua industri, Tekstil dan Produk Tekstil atau TPT dan alas kaki. Menurutnya, kedua industri tersebut menjadi yang paling terpukul akibat pelemahan permintaan di Benua Eropa.
Bob mencatat, pelemahan permintaan dari Benua Biru membuat perusahaan TPT dan alas kaki berorientasi ekspor turun hingga 50%. Namun Bob menyampaikan perusahaan TPT dan alas kaki yang fokus pada pasar Asia masih dapat bertahan.
Provinsi lain yang mengandalkan industri ekspor lainnya adalah Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah. Produk andalan Kalimantan Timur di pasar ekspor adalah batu bara, sedangkan Sulawesi Tengah adalah baja nirkarat.