Astra Agro Lestari: Konflik Iran-Israel Pengaruhi Nilai Belanja Modal
PT Astra Agro Lestari Tbk mengalokasikan belanja modal sekitar Rp 1,35 triliun pada tahun ini. Namun, Konflik Iran-Israel berpotensi menyebabkan kebutuhan belanja modal perusahaan membengkak.
Presiden Direktur AALI Santosa menganggarkan, sebagian besar belanja modal atau Rp 600 miliar hingga Rp 700 miliar untuk peremajaan kebun. Namun menurutnya, kebutuhan belanja modal untuk peremajaan kebun berpotensi membengkak akibat kenaikan harga bahan bakar di dalam negeri yang dipengaruhi konflik Israel-Iran.
"Tahun ini kami merencanakan kisaran belanja modal antara Rp 1,3 triliun sampai Rp 1,4 triliun. Harga pupuk bisa saja naik kalau ternyata harga bahan bakar naik. Oleh karena itu, program peremajaan bisa saja lebih mahal," kata Santosa dalam Public Expose di Menara Astra, Selasa (23/4).
Santosa menargetkan, program peremajaan dilakukan pada lahan seluas 4.500 sampai 5.000 hektare. Menurutnya, luas program peremajaan akan melihat produktivitas tanaman produktif tahun ini. AALI menargetkan program peremajaan tidak mempengaruhi tingkat produksi.
Santosa menjelaskan, produktivitas AALI cenderung lebih rendah dari pabrikan CPO lainnya. Hal tersebut didorong oleh rentang penanaman AALI yang panjang, yakni sekitar 10 tahun
Maka dari itu, ia mengatakan rata-rata produktivitas AALI hanya sekitar 16,5 ton per hektar, sedangkan rata-rata produktivitas kebun industri lain dapat mencapai 22 ton per hektare.
Produksi CPO AALI pada 2023 susut 2,2% secara tahunan menjadi 1,27 juta ton. Hal tersebut didorong oleh penurunan pembelian Tandan Buah Segar atau TBS eksternal hingga 7,6% secara tahunan menjadi 2,4 juta ton.
Walau demikian, produksi TBS AALI sepanjang 2023 naik 1,9% dari capaian 2022 sejumlah 4,27 juta ton menjadi 4,35 juta ton. Santosa sebelumnya memproyeksikan produksi TBS AALI pada 2024 tidak akan jauh berbeda dengan tahun lalu.
Santosa menjelaskan, pertumbuhan produksi TBS tahun lalu disebabkan oleh normalisasi penutupan keran ekspor pada 2022. Pemerintah melarang ekspor CPO pada paruh pertama 2022 sekitar 30 hari.
"Walaupun hanya sebulan, dampaknya panjang. Jadi, volume produksi yang normal sebenarnya pada 2023," kata Santosa.
Santosa mencatat, produksi TBS pada 2022 terganggu karena pabrik kelapa sawit AALI harus menyerap tandan buah segar di luar perkebunan inti. Kondisi ini menyebabkan, rotasi panen TBS di kebun inti perseroan harus diperpanjang dan baru kembali normal pada 2023.