PT Botani Seed Indonesia menyatakan, penggunaan benih padi cerdas iklim dapat menekan emisi gas rumah kaca dari produksi beras. Pertanian padi berkontribusi hingga 3,48% dari total emisi GRK secara keseluruhan di Indonesia.
Direktur Botani Seed Dadang Syamsul Munir mencatat, kegiatan pertanian berkontribusi hingga 9% dari total emisi GRK. Penanaman padi di sawah berkontribusi hingga 38,7% dari total kegiatan pertanian di dalam negeri.
"Sawah itu salah satu penyumbang gas metana terbanyak di dalam negeri karena sawah tergenang oleh air dan pemupukan," kata Dadang dalam konferensi pers, Rabu (19/6).
Dadang menyampaikan, benih padi cerdas iklim menawarkan empat langkah yang dapat mengurangi emisi GRK di sawah. Pertama, penggunaan irigasi intermitten. Sawah tidak harus tergenang air agar padi dapat tumbuh.
Kedua, benih padi cerdas iklim memiliki karakter yang kuat terhadap kekeringan dan menggunakan sedikit pupuk. Untuk diketahui, penggunaan pupuk merupakan faktor kedua terbesar yang mendorong produksi emisi GRK di sawah setelah penggunaan air.
Ketiga, minimnya penggunaan pestisida. Dadang menyampaikan benih cerdas iklim umumnya tahan terhadap hama. Terakhir, proses pasca panen akan lebih cepat lantaran umur panen benih cerdas iklim memiliki waktu tanam yang lebih pendek.
"Kekeringan sudah semakin sering, frekuensi banjir meningkat, dan masa tanam mundur. Jadi, harus ada benih-benih yang tahan cekaman iklim," ujarnya.
Dadang menyampaikan, Benih IPB 3S dan IPB 9G besutannya memiliki produktivitas 6-8 ton per hektare. Menurutnya, kedua benih tersebut telah ditanam di Lamongan, Jawa Tengah sekitar 30.000 hektare pada pertengahan April 2024.
Namun, Dadang menyampaikan benih IPB 3S dan IPB 9G belum dapat mengubah tren defisit produksi beras yang dimulai pada bulan ini.
"Perkiraan luas lahan yang ditanam padi pada Mei-Desember 2024 mencapai 7,5 juta hektare. Jadi, benih produksi kami tidak berkontribusi secara langsung ke produksi beras nasional tahun ini," katanya.
Berdasarkan data Bapanas, volume produksi beras pada paruh pertama tahun ini mencapai 16,49 juta ton. Angka tersebut telah lebih rendah 2,15 juta ton atau 11,53% dari capaian Januari-Juni 2023 sejumlah 18,64 juta ton.
Defisit neraca produksi beras diperkirakan minus sekitar 570.000 ton pada bulan ini. Produksi beras diperkirakan susut 43,85% secara bulanan menjadi 2,01 juta ton, sedangkan volume naik 10.000 ton menjadi 2,58 juta ton.
Ia menilai, rendahnya produktivitas padi di dalam negeri didorong oleh lahan kering yang bergantung pada pengairan air hujan. Menurutnya, produktivitas padi pada lahan tersebut hanya 3-4 ton per hektare.
IPB 3S dan IPB 9G dapat mendorong produktivitas pada lahan tersebut menjadi 4-5,5 ton per hektare. Dadang berpendapat langkah tersebut dapat menjawab permasalahan defisit neraca produksi beras yang terjadi sejak tahun lalu.
"Kedua benih tersebut belum bisa mengubah sekaligus kondisi produksi beras tahun ini karena kontribusinya masih minor atau hanya 15% dari total benih di pasar," ujarnya.