Saran Pengusaha Selamatkan Industri Tekstil: Tambahan Bea Masuk Impor

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.
Ilustrasi. Puluhan ribu orang yang bekerja di industri tekstil
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
26/6/2024, 17.25 WIB

Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API mendorong pemerintah menerbitkan regulasi Bea Masuk Anti Dumping terhadap tekstil impor secepatnya bulan depan. Regulasi tersebut penting agar industri tekstil lapangan bermain tekstil impor dan tekstil lokal seimbang.

Direktur Eksekutif API Danang Girindrawardana mengatakan, BMAD menjadi penting lantaran harga tekstil impor di pasar lokal kini 50% sampai 70%  lebih rendah dari tekstil lokal. Tekstil lokal kini tidak bisa bersaing dengan tekstil impor.

"Barang impor dengan kualitas, tipe, dan jenis yang sama dengan tekstil lokal harganya bisa separuh sampai sepertiga dari produk lokal. Ini tidak logis," kata Danang kepada Katadata.co.id, Rabu (26/6).

Danang mendorong, penerbitan BMAD dibarengi dengan implementasi Bea Masuk Tindakan Perlindungan atau BMTP. Ia menjelaskan BMTP diperlukan agar industri tekstil nasional memiliki waktu untuk memperbaiki operasi produksinya.

Danang menyarankan agar implementasi BMAD dan BMTP dilakukan paling lambat dua tahun. Namun, Danang mengaku belum menghitung besaran BMAD dan BMTP tersebut.

"Memang penentuan besaran BMAD dan BMTP membutuhkan waktu, tapi kami yakin Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan bisa membuat kalkulasi itu dengan cepat," ujarnya.

Ia mendorong pemerintah untuk merevisi Peraturan Menteri Perdagangan No. 8 Tahun 2024  tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Beleid tersebut merupakan revisi ketiga terkait tata niaga impor dan baru berlaku pada 17 Mei 2023.

Danang menilai, Permendag No. 8 Tahun 2024 telah melonggarkan wewenang importir umum lantaran tidak wajib memiliki pertimbangan teknis. Alhasil, menurut dia, saat ini terbentuk kompetisi tidak sehat antara produsen garmen dan importir garmen karena produsen tekstil tetap wajib memenuhi pertimbangan teknis.

Terakhir, Danang berharap agar pemerintah meningkatkan pengawasan Standar Nasional Indonesia di pelabuhan. "Selama ini pengawasan SNI tidak ketat. Importasi ilegal itu harus benar-benar diberantas," ujarnya.

Direktur Keuangan PT Sri Rejeki Isman Tbk Welly Salam sebelumnya mengatakan, pemerintah perlu menerbitkan kebijakan untuk menghambat produk tekstil impor asal Cina. Penerapan hambatan ini bertujuan untuk membuat level playing field yang sama.

Daya saing tekstil dari Negeri Panda saat ini lebih tinggi karena banyak masuk dari jalur tidak resmi dan tidak membayar pajak apapun. Dampaknya, industri dalam negeri menjadi babak belur.

"Kami mengharapkan pemerintah bisa menetapkan barrier (hambatan) tarif maupun non-tarif untuk produk-produk tekstil asal Cina," kata Welly dalam paparan publik, Selasa (25/6).

Daya saing tekstil asal Cina bahkan lebih tinggi dari Sritex. Sebab, perusahaan membayar beberapa jenis pajak, seperti pajak pertambahan nilai, pajak penghasilan badan, dan pajak penghasilan karyawan.

Reporter: Andi M. Arief