Menperin Ungkap Tiga Modus Impor Ilegal, Sudah Terdeteksi Sejak 2021

Situs Kementerian Perindustrian
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut, ada perbedaan data impor yang besar antara BPS dengan negara asal.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
19/7/2024, 16.31 WIB

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut, para importir ilegal masih menggunakan modus lama yang terus digunakan. Modus tersebut adalah pelarian pos tarif, pelanggaran perizinan ompor, dan penyalahgunaan master list investasi.

Agus mengaku, menemukan modus sejak sejak 2021 dari perbedaan data volume impor Badan Pusat Statistik dan negara asal impor. Ia mencatat perbedaan data tersebut dapat mencapai lima kali lipat.

"Misalnya data impor negara asal impor kirim 100 unit botol, tapi data di BPS hanya tercatat 20 unit. Masuk lewat mana 80 unit botol impor ini?" kata Agus di kantornya, Jumat (19/7).

Agus mengatakan, salah satu modus impor ilegal terbaru adalah pelanggaran Perizinan Impor. Untuk diketahui, Perizinan Impor dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan setelah mendapatkan rekomendasi dari kementerian teknis.

Ia mengatakan, pelanggaran Perizinan Impor terbaru dilakukan oleh perusahaan tekstil di dalam negeri. Menurutnya, perusahaan tersebut hanya memiliki Perizinan Impor pakaian jadi sekitar 1 juta ton, tetapi realisasi impor perusahaan tersebut mencapai 4 juta ton.

Modus kedua yang dicatat Agus adalah penyalahgunaan Master List Investasi. Agus menjelaskan Master List Investasi adalah barang-barang yang mendapatkan izin impor untuk mempermudah realisasi investasi di dalam negeri.

Agus mengatakan, oknum investor kini menyalahgunakan daftar tersebut dengan melebihkan volume impor dalam master list investasi dan menjual kembali volume lebih tersebut ke pasar domestik. Modus tersebut kini dimanfaatkan oleh importir yang mengimpor komponen konstruksi prefabrikasi dari Vietnam.

Adapun modus ketiga  yang paling marak digunakan importir ilegal, yakni pelarian pos tarif. Importir memasukkan barang yang diimpor dalam pos tarif yang tidak sesuai untuk menghindari syarat impor non-tarif.

Agus mencontohkan, oknum importir yang mengimpor baja ringan dengan ketebalan 10 milimeter namun dicatatkan dalam pos tarif baja dengan ketebalan 12 mm. Hal tersebut dilakukan lantaran baja ringan dengan ketebalan 12 mm memiliki syarat Standar Nasional Indonesia yang tinggi lantaran sebagai komponen konstruksi.

Sementara itu, baja ringan dengan ketebalan di bawah 12 mm umumnya digunakan sebagai bahan baku rangka mobil. Namun importir ilegal tetap menjual baja ringan dengan ketebalan 10 mm tersebut tetap dijual sebagai bahan baku konstruksi.

"Praktek itu ilegal. Kami dan Kementerian Perdagangan sudah tahu modus impor ilegal seperti apa dan lokasinya di mana. Namun kami bukan penegak hukum yang dapat memberikan sanksi," katanya.


Reporter: Andi M. Arief