Ekspor Naik Berkat Harga Komoditas, Surplus Neraca Perdagangan Juli Diramal Naik

ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/aww.
Suasana bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Senin (15/7/2024). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia Juni 2024 sebesar 20,84 miliar dolar AS, angka tersebut turun 6,65 persen dibandingkan Mei 2024.
Penulis: Rahayu Subekti
Editor: Agustiyanti
15/8/2024, 08.52 WIB

Ekonom memproyeksikan neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2024 masih akan surplus. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede bahkan memproyeksikan surplus neraca dagang Juli 2024 akan meningkat dibandingkan bulan sebelumnya.

Josua memperkirakan neraca perdagangan Juli 2024 surplus 2,67 miliar dolar AS dari bulan sebelumnya yang tercatat surplus US$ 2,39 miliar. “Peningkatan ini terutama disebabkan oleh ekspor yang lebih solid, didukung oleh kenaikan harga komoditas dan peningkatan permintaan dari Cina,” kata Josua kepada Katadata.co.id, Kamis (15/8).

Dia memprediksi kinerja ekspor pada Juli naik 6,29% secara bulanan atau 6,20% secara tahunan.  “Pertumbuhan kinerja ekspor ini sebagian besar didorong oleh peningkatan harga komoditas, terutama untuk batu bara dan CPO,” ujar Josua.

Ia juga memperkirakan impor Cina dari Indonesia pada Juli 2024 dilaporkan meningkat secara bulanan maupun tahunan. Ekspor Indonesia ke Cina meningkat secara bulanan dari minus 4,13% menjadi 11,26% pada Juli 2024. Lalu ekspor Indonesia secara tahunan juga meningkat dari minus 5,51% menjadi 10,65% pada Juli 2024.

“Ini mengindikasikan adanya penguatan permintaan dari Cina,” kata Josua.

Josua juga memperkirakan kinerja impor naik 5,62% secara bulanan, tetapi terkontraksi 0,43% secara tahunan. Dia menjelaskan, hal tersebut menunjukkan bahwa permintaan domestik Indonesia masih relatif tangguh, meskipun tanda-tanda awal pelemahan mulai muncul.

“Laporan menunjukkan bahwa ekspor Cina ke Indonesia telah menurun, bergeser dari kenaikan 2,59% secara bulanan pada Juni 2024 menjadi kontraksi 4,07%. Secara tahunan, pertumbuhan ekspor Cina ke Indonesia juga melemah dari 23,98% menjadi 18,03%,” ujar Josua.

Josua mengatakan, tren tersebut sejalan dengan PMI manufaktur Indonesia pada Juli 2024 yang telah memasuki fase kontraksi. PMI Manufaktur S&P Global Indonesia turun menjadi 49,3 pada Juli 2024 dari 50,7 pada bulan sebelumnya yang menandai kontraksi pertama dalam aktivitas pabrik sejak Agustus 2021.

Senada dengan Josua, Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana  juga memproyeksikan neraca dagang Indonesia pada Juli 2024 masih akan surplus. Surplus neraca dagang tersebut juga diperkirakan akan meningkat dari periode sebelumnya.

“Ekspektasi saya, trade balance Indonesia pada Juli 2024 ini bisa surplus di sekitar US$ 3 miliar jadi meningkat dibandingkan Juni sebesar 2,39 miliar dolar AS,” ujar Fikri.  

Kenaikan Surplus Tak Berarti Baik

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal juga memproyeksikan neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2024 masih akan surplus. Faisal memprediksi surplus neraca perdagangan bisa mencapai 1 miliar dolar AS hingga 2 miliar dolar AS. 

Meskipun begitu, menurut dia, surplus tersebut bukan berarti menunjukan hal yang bagus atau positif. “Penyebab surplus sebenarnya masih sama. Jadi, ekspor sebetulnya melambat tapi impor lebih melambat lagi. Bukan hanya melambat lagi tapi kontraksi secara tahunan,” kata Faisal kepada Katadata.co.id, Kamis (15/8). 

Dia menilai, penurunan dari impor itu tidak lantas bagus. Ini karena penurunannya terjadi untuk impor barang-barang produksi selain itu juga bahan baku penolong industri. 

“Dan ini sejalan dengan pelemahan daripada kinerja industri manufaktur kita yang terakhir malah kontraksi,” ujar Faisal. 

Dari sisi ekspor, Faisal menilai Indonesia masih lebih banyak ditumpu dari komoditas yang harganya masih bisa sedikit bertahan. Ekspor manufaktur melemah sejalan dengan pelemahan ekonomi Amerika Serikat dan Cina. 

“Tapi walaupun ekspor tadi melemah tetap masih surplus karena impornya terkontraksi,” kata Faisal. 

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga memproyeksikan surplus perdagangan pada Juli 2024 juga masih akan berlanjut. Hanya saja hal itu dengan catatan karena tekanan terhadap impor bahan baku menjadi faktor utama. 

“Permintaan bahan baku industri yang menurun tercermin dari PMI manufaktur dibawah level 50 per Juli 2024,” ujar Bhima. 

Bhima mengatakan, perlambatan permintaan ekspor dan domestik juga berpengaruh kepada permintaan impor. Ia juga melihat ada risiko menurunnya ekspor nonmigas pada CPO, olahan nikel, batu bara, dan komoditas perkebunan lainnya. 

“Situasi saat ini booming harga komoditas sudah lewat dan ketegangan geopolitik belum mampu tingkatkan harga komoditas. Ekonomi Cina juga sedang lesu, ditambah ancaman resesi ekonomi Amerika Serikat,” kata Bhima.

Badan Pusat Statistik atau BPS pada siang ini akan mengumumkan data ekspor dan impor Indonesia serta meraca dagang Indonesia per Juli 2024. Pada Juni 2024, BPS mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 2,39 miliar dolar AS terutama berasal dari sektor nonmigas 4,43 miliar dolar AS namun tereduksi oleh defisit sektor migas senilai 2,04 miliar dolar AS. 

Reporter: Rahayu Subekti