Negosiasi Dagang dengan Eropa Sulit Tercapai jika Molor ke Pemerintahan Prabowo

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Spt.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menilai pemerintah selanjutnya tidak memiliki kepentingan untuk memperpanjang IEU-CEPA lantaran hanya perlu menjaga kelancaran produksi CPO nasional.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
26/9/2024, 13.52 WIB

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menilai penerbitan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif dengan Uni Eropa atau IEU-CEPA akan lebih sulit jika molor hingga harus diteruskan pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Menurutnya, keputusan untuk menerbitkan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement kini ada di tangan Uni Eropa.

Zulhas menilai, pemerintah Indonesia sudah nyaman dengan perundingan IEU-CEPA terakhir di Jakarta pada Juli 2024. Ketua Umum PAN ini menyampaikan perundingan IEU-CEPA tidak kunjung rampung karena pihak Uni Eropa kerap menambah permintaan dalam kesepakatan tersebut.

"Kami tidak memberikan ultimatum ke Uni Eropa, tetapi kami menyampaikan perundingan IEU-CEPA akan lebih sulit dalam pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto," kata Zulhas di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (26/9).

Salah satu komoditas yang menjadi diskusi alot dalam IEU-CEPA adalah minyak sawit mentah atau CPO. Zulhas mengatakan Prabowo berniat untuk meningkatkan program campuran CPO dengan solar menjadi 50% menjadi B50.

Dengan kata lain, Zulhas menilai pemerintah selanjutnya tidak memiliki kepentingan untuk memperpanjang IEU-CEPA lantaran hanya perlu menjaga kelancaran produksi CPO nasional. CPO yang seharusnya diekspor ke Uni Eropa selama ini dapat disalurkan untuk program B50.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan, hal yang kini menunda penerbitan IEU-CEPA adalah permintaan Uni Eropa untuk mengubah sebuah kebijakan perdagangan Indonesia.

Uni Eropa meminta pemerintah Indonesia untuk melakukan relaksasi kebijakan perdagangan untuk Uni Eropa. Djatmiko menilai, jenis kebijakan yang diinginkan serupa dengan permintaan RI kepada Uni Eropa untuk melonggarkan Regulasi Deforestasi Uni Eropa atau EUDR terhadap komoditas besutan Tanah Air.

"Jadi, kami mengajak perwakilan Uni Eropa untuk meninggalkan diskusi kebijakan tersebut, karena hal yang paling penting adalah agar IEU-CEPA dapat dinikmati pelaku usaha. Kami mengajak Uni Eropa untuk lebih realistis," kata Djatmiko.

Djatmiko mengaku pendekatan pemerintah Indonesia dalam perundingan IEU-CEPA terakhir lebih pragmatis. Hal tersebut dilakukan agar kesepakatan tersebut dapat terbit pada pekan ini atau selambatnya sebelum Prabowo Subianto resmi menjabat sebagai Presiden RI.

Djatmiko telah mendorong pihak Uni Eropa agar isu-isu kompleks disesuaikan setelah IEU-CEPA terbit. Sebab, pemerintah menilai perekonomian RI kini memiliki momentum yang baik lantaran pertumbuhan ekonomi nasional konsisten berada di atas 5%.

Kondisi tersebut pun didukung oleh proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih baik. Dengan demikian, IEU-CEPA dinilai dapat menguntungkan pelaku usaha di Benua Biru maupun Tanah Air.

"Kedua belah pihak bisa memaksimalkan perdagangan dan investasi bilateral, daripada harus menunggu kesepakatan yang ideal dan akhirnya momentum ini berlalu," katanya.

Reporter: Andi M. Arief