Liputan Khusus | Arah Pemerintahan Baru

Hilirisasi Mineral Pemerintah Selanjutnya: Ekosistem Baterai Kendaraan Listrik

Katadata/Fauza Syahputra
CEO Katadata Indonesia Metta Dharmasaputra (kiri), Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto (tengah) dan Ketua Bidang Perikanan dan Peternakan APINDO Hendra Sugandhi saat berbincang dalam dialog "Hilirisasi untuk Masa Depan Industri" di Katadata Forum pada Rabu (9/10).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
9/10/2024, 14.41 WIB

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyebut, strategi hilirisasi mineral yang dapat dilakukan pemerintahan selanjutnya adalah membangun ekosistem industri kendaraan listrik. Dengan demikian, industri baterai kendaraan listrik dapat memproduksi semua jenis baterai, yakni Lithium Iron Phosphate atau LFP dan nickel-mangan-cobalt atau NMC.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan, salah satu komoditas terpenting dalam pembuatan baterai kendaraan listrik adalah katoda. Katoda adalah sumbu negatif dalam semua jenis baterai kendaraan listrik.

Seto mencatat, kapasitas produksi katoda di dalam negeri kini mencapai 80.000 ton per tahun dan akan naik menjadi 160.000 ton per tahun pada awal tahun depan.

"Dengan demikian, sudah tidak jauh lagi Indonesia dapat memiliki ekosistem bateria listrik yang kompetitif. Di luar Cina, Indonesia kini memiliki ekosistem baterai kendaraan listrik berbasi lithium paling lengkap di dunia," kata Seto dalam "Indonesia Future Policy Dialogue Katadata" pada Rabu (9/10).

Seto menemukan kapasitas produksi katoda di Jepang hanya 10.000 ton per tahun, sedangkan kapasitas di Korea Selatan sekitar 40.000 ton per tahun. Karena itu, Seto mengklaim ekosistem industri baterai listrik nasional telah menyalip Negeri Sakura dan Negeri Ginseng.

Namun, Seto menilai pembentukan fasilitas produksi baterai FLP baru terbentuk sekitar 2,5 tahun ke depan atau pada awal 2027. Dengan demikian, Indonesia dapat menyasar semua pasar baterai listrik secara global.

Seto menjelaskan, baterai MNC digunakan di negara yang bersuhu dingin, seperti Eropa dan Amerika Serikat. Sedangkan baterai LFP digunakan pada negara dengan suhu tropis, seperti Asia.

"Kalau kebijakan industri konsisten, ini akan terwujud. Kita akan jadi powerhouse yang cukup kuat selain Cina untuk ekosistem baterai," ujarnya.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya mengatakan bahwa Indonesia kini ditakuti negara lain karena telah memiliki ekosistem baterai dan kendaraan listrik yang lengkap. Selah satunya, Uni Eropa.  Hal ini menurut Bahlil dapat tercermin melalui aksinya yang menggugat Indonesia ke organisasi perdagangan dunia (WTO) terkait larangan ekspor bijih nikel.

“Ini yang ditakutkan dunia. Mereka tidak ingin Indonesia menjadi negara produsen pabrik baterai di dunia,” kata Bahlil dalam Kuliah Umum di IPDN yang dipantau secara daring pada Kamis (11/7).

Bahlil menjelaskan, komponen  satu unit mobil listrik terdiri dari 40% baterai dan 60% rangka mobil. Dalam membuat baterai, ada empat bahan baku yang dibutuhkan yakni nikel, kobalt, mangan, dan lithium.

Ia pun menekankan,  Indonesia memiliki tiga dari empat komponen yang dibutuhkan untuk memproduksi baterai kendaraan listrik. “Kita tidak punya lithium. Ternyata saya baru tahu inilah kenapa Uni Eropa membawa kita ke WTO,” ujarnya.

Reporter: Andi M. Arief

Liputan khusus Arah Pemerintahan Baru ini didukung oleh: