Kemendag Sebut Belum Ada Perusahaan Mendaftar Ekspor Pasir Laut

ANTARA FOTO/Jojon/Spt.
Foto udara dua mesin pengisap menarik pasir laut di perairan lombe di Desa Wakeakea, Buton Tengah, Sulawesi Tenggara, Selasa (30/4/2024).
Penulis: Mela Syaharani
Editor: Sorta Tobing
15/10/2024, 16.26 WIB

Kementerian Perdagangan menyebut belum ada perusahaan yang mengajukan diri sebagai eksportir terdaftar (ET) untuk ekspor pasir laut. Pemerintah resmi membuka kembali ekspor komoditas tersebut pada tahun ini, setelah dilarang selama 20 tahun. 

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan, mekanisme ekspor pasir laut memerlukan proses yang panjang. Perusahaan yang ingin melakukannya harus memperoleh izin usaha pertambangan atau IUP terlebih dahulu dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. 

Setelah itu, perusahaan dapat menambang dan mengalokasikan sebagian hasilnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri atau DMO. Apabila DMO terpenuhi, perusahaan dapat mengajukan diri sebagai eksportir terdaftar kepada Kemendag. 

"Baru setelahnya kami beri persetujuan ekspor. Nanti ada laporan surveyor dari Kemendag," ucap Isy. Selanjutnya, perusahaan yang mendapat persetujuan ekspor harus mengirimkan hasil tambangnya ke laboratorium. Langkah ini untuk memastikan tidak ada mineral ikutan yang melampaui ambang batas terkandung di dalamnya. 

Aturan ambang batas itu terlah tercantum dalam Keputusan Menteri KKP Nomor 47 Tahun 2024. Dalam regulasi ini juga tercantum sembilan kriteria pasir hasil sedimentasi laut yang boleh diekspor, yaitu:

  1. Ukuran butiran D50 (0,25-2,0 milimeter)
  2. Persentase kerang (shells)/ CaCO3 (maksimum 15%)
  3. Emas (maksimum 0,05 part per million/ppm)
  4. Perak (maksimum 0,05 ppm)
  5. Platina, Palladium, Rhodium, Rutenium, Iridium, Osmium (maksimum 0,05 ppm)
  6. Silika (maksimum 95%)
  7. Timah (maksimum 50 ppm)
  8. Nikel (maksimum 35 ppm)
  9. Logam Tanah Jarang total (maksimum 100 ppm)

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya mengatakan masih menghitung kuota atau pembatasan ekspor sedimen laut. Perhitungannya akan berdasarkan pada dampak ekspor komoditas tersebut terhadap lingkungan.

"Kami semua hati-hati. Tak ada satu gerakan pun yang tidak ada dampak negatifnya. Nah, bagaimana dampak negatif itu yang ditekan sekecil mungkin," ujar Luhut pada pekan lalu, dikutip dari Antara

Ia berpendapat, ekspor sedimen laut dapat menguntungkan negara. "Kalau itu mendapatkan keuntungan buat negara kenapa tidak? Asalkan tidak merusak lingkungan," kata Luhut.

Sejak Maret 2024, Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebut tengah mengkaji sektiar 66 perusahaan yang mengajukan izin pemanfaatan pasir laut. Kementerian menetapkan 10 titik pengerukan yang tersebar di Laut Jawa, Laut Natuna-Natuna Utara, dan Selat Makassar. 

Reporter: Mela Syaharani