BPOM Musnahkan 76 Ribu Jajanan asal Cina Latio: Tak Ada Izin Edar dan Bahaya

ANTARA/Mentari Dwi Gayati
Kepala BPOM Taruna Ikrar mengimbau masyarakat tidak mengkonsumsi jajanan asal Cina, Latio.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
4/11/2024, 15.40 WIB

Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM mengimbau masyarakat untuk tidak mengonsumsi jajanan impor asal Cina bermerek Latio karena tidak memiliki Nomor Izin Edar dan cenderung berbahaya. BPOM hingga kini telah memusnahkan 76.420 Latio.

Latio merupakan kudapan khas Negeri Panda yang terbuat dari tepung gandum dengan bumbu cabai. Kepala BPOM Taruna Ikrar menjelaskan, Latio merupakan pangan siap saji beresiko tinggi.

Latio dinilai sebagai pangan dengan ketahanan rendah terhadap suhu maupun waktu simpan yang singkat. Karena itu, kudapan tersebut berpotensi memiliki mikroorganisme karena memiliki waktu distribusi yang panjang lantaran melalui proses ekspor.

"Mikroorganisme bisa berdampak pada kerusakan sistem metabolisme jika dikonsumsi, yang biasa disebut system failure," kata Taruna dalam konferensi pers di kantor Badan Pangan Nasional, Senin (4/11).

Taruna menjelaskan, pihaknya telah melakukan pengujian metode sampling terhadap 750 unit Latio di 341 titik toko dan distribusi.  BPOM pun telah memerintahkan seluruh toko untuk menarik 17.219 unit Latio dari peredaran karena dinilai berbahaya.  

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sebelumnya mengingatkan, masih banyaknya produk makanan impor ilegal yang beredar di pasaran. Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan, tindakan tegas terhadap pelaku impor ilegal diperlukan.

Menurut dia, banyak produk makanan dan minuman asal luar negeri yang masuk ke Indonesia tidak sesuai ketentuan sehingga berbahaya.

"Kalau bisa ya ini pelakunya ditelusuri sama diproses hukum, siapa yang terlibat dalam pemasokan, peredaran, dan perdagangan produk ilegal," kata Sudaryatmo di Jakarta, Kamis (18/7), seperti dikutip dari Antara.

Sudaryatmo menyebut, banyak produk pangan ilegal asal Cina masuk lantaran pengawasan yang lemah. Rata-rata produk pangan yang terdiri atas makanan dan minuman memiliki kualitas di bawah standar dan tidak ada izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan tidak bersertifikasi Halal.

Salah satu contoh kasusnya, menurut dia, terjadi di Sukabumi pada Mei 2024. Belasan siswa SDN Cidadap I, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi mengalami pusing, mual dan muntah usai membeli makanan ringan asal China bermerek 'Hot Spicy Latiru dan Latiao Strips'. Ia berharap, kasus serupa tidak terjadi lagi setelah terbentuknya satgas yang mengatasi impor ilegal.

"Di Cina itu ada produk bagus, ada juga produk yang tidak standar. Kalau regulasi dan pengawasannya juga lemah, itu menjadi sasaran masuknya produk-produk dari Cina yang di bawah standar," ujar Sudaryatmo.

Reporter: Andi M. Arief