Apple Berencana Investasi Rp 1,56 T, Kemenperin Sebut Tak Sesuai Harapan

Times Indonesia
Ilustrasi. Apple belum dapat menjual iPhone 16 di Indonesia karena masalah TKDN.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
21/11/2024, 21.07 WIB

Kementerian Perindustrian mengaku proposal investasi yang diajukan Apple Inc tidak sebesar yang diharapkan pemerintah. Apple mengajukan investasi sebesar US$ 100 juta atau Rp 1,58 triliun demi memuluskan penjualan iPhone 16 yang masih dilarang karena masalah tingkat kandungan dalam negeri atau TKDN.

"Pemerintah ingin Apple berinvestasi lebih besar, karena tentu kami berharap Apple membangun fasilitas produksinya di Indonesia atau menggaet industri dalam negeri ke rantai pasok globalnya," kata Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif di kantornya, Kamis (21/11).

Febri menjelaskan, pabrikan elektronik lokal memiliki kapasitas masuk dalam rantai pasok global Apple. Beberapa komponen yang dapat diproduksi di dalam negeri adalah komponen pengisian daya, kabel, dan aksesoris ponsel lainnya.

Febri menjelaskan, salah satu pabrik lokal di Bandung telah mampu memproduksi busa dalam salah satu produk Apple, yakni Airpod Max. Adapun, salah satu rencana investasi Apple dalam proposal 2024-2026 adalah membangun pabrik yang dapat memproduksi komponen lain untuk Airpod Max.

Ia menilai pendirian pabrik komponen produk Apple menjadi penting karena dapat menggenjot penyerapan tenaga kerja di dalam negeri. Berdasarkan data Statista, total penjualan AirPods besutan Apple mencapai 75 juta unit pada tahun lalu.

"Masuknya pabrik lokal ke rantai pasok global Apple sangat kami inginkan karena itu akan memiliki efek multiplier besar, khususnya dari sisi serapan tenaga kerja," katanya.

Demi iPhone 16

Rencana investasi Apple muncul di tengah larangan penjualan iPhone 16 di Indonesia karena tak memenuhi syarat TKDN. Apple sebelumnya memenuhi syarat TKDN dengan berinvestasi pada pusat inovasi, sesuai yang diatur dalam Permenperin No 29 Tahun 2017.

Apple memenuhi syarat TKDN dengan berinvestasi pada pusat inovasi. Investasi yang dikucurkan mencapai Rp 1,48 triliun pada 2020 sampai 2023 dalam bentuk pendirian Apple Academy di tiga lokasi, yakni Tangerang, Surabaya, dan Batam. Namun, realisasi investasi tersebut ternyata berada di bawah komitmen Apple yang sebelumnya diajukan mencapai  Rp 1,7 triliun pada 2020 sampai 2023.  Febri mencatat, Apple masih memiliki utang investasi sekitar Rp 240 miliar.

Nilai TKDN minimum yang harus dipenuhi agar sebuah ponsel pintar dapat masuk ke pasar domestik adalah 35%. Investasi Apple pada 2020-2023 dinilai telah memenuhi syarat tersebut dan bisa masuk ke pasar domestik dengan mekanisme impor utuh. Namun, sertifikasi hanya berlaku selama 3 tahun. 

Rencana investasi terbaru Apple pun dikaitkan dengan keinginan raksasa ini menjual produk-produk terbarunya.  Namun, menurut Febri, pemerintah belum menyetujui proposal investasi tersebut. Pemerintah ingin Apple mengubah bentuk investasi dari Apple Academy menjadi pusat pengembangan produk Apple di dalam negeri.

"Menteri Perindustrian sudah melakukan rapat pimpinan internal membahas proposal tersebut," katanya.

Febri mengatakan, pemerintah berencana untuk mengevaluasi proposal milik Apple melalui tiga pendekatan. Pertama, dengan membandingkan nilai investasi tersebut dengan investasi Apple di negara lain. Ia mencatat, negara yang akan menjadi pembanding adalah Vietnam dan India. Dilansir dari Vietnam Briefing, Apple telah mengucurkan dana segar sekitar US$ 15,8 miliar ke pabrikan lokal sejak 2019 untuk masuk rantai pasok global Apple.

Kedua, pemerintah akan membandingkan investasi Apple dengan dana segar yang telah dicurahkan perusahaan ponsel pintar lain di dalam negeri. Setidaknya telah ada lima produsen ponsel pintar pada tahun ini, yakni Xiaomi, Oppo, Vivo, Samsung, dan Tanssion.

Ketiga, pemerintah akan menghitung dampak investasi Apple dalam penciptaan lapangan kerja di dalam negeri. Febri mengatakan seluruh investasi yang masuk harus mendukung pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 7% sampai 8% hingga 2029.

Reporter: Andi M. Arief