Asosiasi Pengusaha Minta Kebijakan Upah Minimum UMP 2025 Tidak Dipolitisasi
Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo meminta agar penetapan kebijakan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2025 tidak dipolitisasi.
“Jika dipolitisasi, korbannya yakni buruh. Bisa kehilangan pekerjaan,” kata Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azzam kepada Katadata.co.id, Senin (25/11).
Ia tidak mempermasalahkan penetapan UMP 2025 yang mundur dari jadwal semula. Ia hanya mendorong agar formula penetapan upah minimum tidak berubah dan penyelesaiannya ditangani secara ekonomi
Bob mendata kebijakan upah minimum atau UMP akan diganti empat kali dalam 10 tahun terakhir, jika Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan diganti pada akhir tahun ini.
PP Nomor 51 Tahun 2023 menetapkan formula upah minimum adalah inflasi ditambah dari hasil penggalian antara pertumbuhan ekonomi dan alfa. Rentang alfa yakni 0,1 sampai 0,3.
Menurut Bob, masalah kompetensi tenaga kerja lebih penting ketimbang upah minimum atau UMP. Bob mengatakan harus ada pendidikan menengah yang baik untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja di dalam negeri.
Data lulusan tenaga kerja menurut Kementerian Ketenagakerjaan sebagai berikut:
- Sekolah Menengah Pertama atau SMP: 53,68% atau 80,18 juta pekerja
- Sekolah Menengah Atas maupun Kejuruan atau SMA/SMK: 33,56% atau 50,13 juta
- Sarjana: 12,76% atau 19,06 juta
"Dana yang minim untuk pelatihan kerja sebagian besar untuk Kartu Prakerja yang semestinya tidak perlu dilakukan kalau kualitas pendidikan menengah baik," katanya.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menjelaskan penetapan UMP 2025 masih dalam pembahasan dengan Lembaga Kerja Sama alias LKS Tripartit Nasional.
Arahan Presiden Prabowo Subianto yakni penentuan alfa berdasarkan kesepakatan LKS Tripartit Nasional dengan menargetkan besaran kenaikan upah minimum disepakati pada pekan ini.
"Kami akan melaporkan hasilnya ke presiden sebelum menyampaikan kepada para gubernur," kata Yassierli.