Industri Tekstil Tertekan, Pemerintah akan Revisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024
Pemerintah sedang melakukan proses revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian Reni Yanita mengatakan Permendag tersebut telah membuat industri tekstil nasional terpukul.
Penyebabnya, aturan itu melancarkan pelaku industri pakaian jadi untuk menyerap benang dan kain impor dibandingkan besutan lokal. "Harapannya revisi beleid tersebut dimulai dari perbaikan rantai pasok di industri pakaian jadi agar industri tekstil dan produk tekstil tumbuh lebih baik tahun ini," kata Reni di kantornya, Jakarta, Senin (6/1).
Dengan perubahan aturan, harapannya, juga dapat memicu kapasitas produksi industri TPT, khususnya dengan kapasitas industri kecil dan menengah atau IKM. Dengan kata lain, revisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 dapat membuat IKM garmen mengisi permintaan produk dengan harga di bawah Rp 200 ribu per unit.
Industri pakaian jadi dan industri tekstil merupakan subsektor dari industri tekstil dan produk tekstil atau TPT. Performanya pada tahun lalu hanya tumbuh 3,23% secara tahunan.
Reni menilai kinerja industri tekstil sepanjang 2024 tertekan produk impor dan hanya bisa tumbuh sekitar 1,84%. Pada saat yang sama, performa industri pakaian jadi berhasil tumbuh hingga 4,62%.
Tekanan kinerja tersebut berakar dari terlambatnya perpanjangan bea masuk tindakan pengamanan kain yang termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2024. Aturan bea masuk tambahan terhadap kain impor sebelumnya berakhir pada 2022, seperti diatur dalam PMK Nomor 78 Tahun 2021.
Dengan kata lain, ada jeda perlindungan sekitar 1,5 tahun terhadap industri kain nasional. Jeda waktu tersebut dimanfaatkan oleh importir dan pabrik pakaian jadi di kawasan berikat untuk menggunakan kain impor.
Alhasil, Reni mengatakan, sebagian pabrik kain di dalam negeri gulung tikar. Pada saat yang sama, kain yang seharusnya dipasok dari dalam negeri sampai saat ini diisi oleh produk impor.
Industri TPT, menurut dia, wajib dilindungi mengingat kontribusinya ke serapan tenaga kerja bidang manufaktur hampir 20%. Kemenperin mendata total tenaga kerja yang ada di industri TPT hingga Agustus 2024 mencapai 3,97 juta orang atau naik 5,59% secara tahunan.
"Pada saat yang sama kita punya bonus demografi. Karena itu, Industri ini harus dijaga. Kementerian lain harus mempertimbangkan data serapan tenaga kerja ini saat akan menerbitkan kebijakan," ujarnya.