Mentan Bongkar Kecurangan 212 Produsen Beras Nakal, Konsumen Bisa Rugi Rp 99 T

ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/nz
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan LKBN ANTARA di Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (3/6/2025). Wawancara tersebut membahas strategi di balik pencapaian cadangan beras Pemerintah 4 juta ton per Mei 2025 dan upaya Kementerian Pertanian dalam memberantas mafia yang menghambat upaya swasembada pangan.
29/6/2025, 14.42 WIB

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman melaporkan 212 produsen beras ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kejaksaan Agung. Mereka diduga terlibat dalam praktik perdagangan beras yang melanggar ketentuan mutu, berat, dan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

“Temuan ini hasil kerja lapangan bersama Satgas Pangan, Kejaksaan, Badan Pangan Nasional, dan unsur pengawasan lainnya. Kami sudah serahkan seluruh data ke Kapolri dan Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti,” kata Amran di Jakarta, Jumat (28/6).

Dari total 268 merek beras yang diinvestigasi, sebanyak 212 merek terbukti bermasalah. Hasil uji laboratorium di 13 titik pada 10 provinsi menunjukkan 85,56% beras premium tidak sesuai mutu, 59,78% dijual di atas HET, dan 21% memiliki berat yang tidak sesuai label.

"Ini sangat merugikan masyarakat. Tidak boleh dibiarkan," ujar Amran.

Konsumen Berpotensi Rugi Rp 99 Triliun

Amran menyoroti kejanggalan harga beras di tengah peningkatan produksi nasional. Badan Pangan Dunia (FAO) memproyeksikan produksi beras Indonesia mencapai 35,6 juta ton pada 2025/2026, melebihi target nasional sebesar 32 juta ton.

"Kalau dulu harga naik karena stok terbatas, sekarang stok melimpah, produksi tinggi, tapi harga tetap tinggi. Ini indikasi kuat adanya penyimpangan," ujar dia.

Amran memperkirakan, kerugian konsumen akibat praktik curang ini bisa mencapai Rp99 triliun. Salah satu modusnya adalah mengemas ulang beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) menjadi beras premium dengan harga lebih mahal.

“Kami sudah beri waktu dua minggu kepada pelaku usaha untuk memperbaiki semua penyimpangan. Kalau tidak patuh, bersiaplah berhadapan dengan hukum. Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan,” kata Amran.

Dia juga mengajak pelaku industri beras untuk berbenah dan menjunjung tinggi etika usaha. “Pangan adalah soal hajat hidup orang banyak. Kalau dibiarkan, dampaknya luas, dari daya beli rakyat hingga stabilitas ekonomi nasional,” ujarnya.

Tindak Tegas Siap Menanti

Sesjam Pidana Khusus Kejaksaan Agung Andi Herman menyatakan pihaknya siap menindak tegas pelanggaran ini. “Ini praktik markup dan pelanggaran mutu, berat, serta harga produk. Karena beras adalah komoditas subsidi negara, kerugiannya ganda, untuk negara dan rakyat,” ujarnya.

Senada, Ketua Satgas Pangan Mabes Polri Brigjen Helfi Assegaf menegaskan pengemasan dan pelabelan menyesatkan adalah pelanggaran serius Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

“Kami beri waktu sampai 10 Juli 2025. Jika masih ditemukan pelanggaran, tindakan hukum akan diambil, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda hingga Rp2 miliar,” kata Helfi.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Antara