Pertama Kali dalam 200 Tahun, Kaisar Jepang Turun Takhta

ANTARA FOTO/REUTERS/KOJI SASAHARA
Kaisar Jepang Akihito dipimpin oleh seorang pendeta Shinto setelah mengunjungi makam almarhum ayahnya Hirohito untuk memberi tahu abdikasinya di Musashino Imperial Mausoleum di Tokyo, Jepang, Selasa (23/4/2019).
Penulis: Ekarina
30/4/2019, 11.42 WIB

Kaisar Jepang Akihito akan resmi turun takhta hari ini, Selasa (30/4). Akihito akan menjadi Kaisar Jepang pertama yang secara sukarela melepaskan takhta sejak 1817 atau sekitar 200 tahun silam.

Dilansir dari BBC, pria berusia 85 tahun itu diizinkan turun takhta setelah dia mengisyaratkan tidak mampu lagi memenuhi perannya karena faktor usia dan kesehatan yang menurun.

"Ketika saya menganggap bahwa tingkat kebugaran saya berangsur-angsur menurun, saya khawatir akan menjadi sulit bagi saya untuk melakukan tugas-tugas saya sebagai simbol Negara," katanya dalam sebuah pidato pada 2016.

(Baca: Kemendag Dorong Peningkatan Ekspor Produk Kerajinan ke Jepang)

Upacara turun takhta Kaisar Akihito diperkirakan akan berlangsung di ruang negara Matsu-no-Ma, Istana Kekaisaran Jepang. Ritual tersebut akan dimulai pukul 17.00 waktu setempat dan akan dihadiri lebih 330 orang dari berbagai kalangan seperti kepala pemerintahan, parlemen, hingga kaum bangsawan.

Adapun putranya, Pangeran Mahkota Naruhito, akan naik takhta menggantikan posisi sang Ayah. Ritual pengangkatan Putra Mahkota Naruhito sebagai kaisar akan dilangsungkan Rabu pagi waktu setempat.

Kekaisaran Jepang merupakan salah satu monarki herediter tertua di dunia yang berlangsung turun temurun. Kekaisaran ini berdiri sejak tahun 660 sebelum masehi.

(Baca: Belt and Road Initiative, Menghidupkan Kembali Kejayaan Jalur Sutra)

Kaisar Akihito naik takhta dan telah menyandang gelar kaisar pada 1989 menggantikan sang ayah, yakni Kaisar Hirohito yang mangkat 30 tahun silam.

Akihito dikenal sebagai kaisar Jepang dekat dengan rakyat dan menerobos batas kerajaan. Jika sebelumnya Kaisar jarang berinteraksi dengan publik, tetapi Akihito meredefinisi ulang peran dan mulai dikenal karena belas kasihnya dengan para penyintas bencana.

Interaksi mereka dengan orang-orang yang menderita penyakit kronis seperti kusta, yang terpinggirkan di Jepang, juga merupakan perubahan signifikan dibanding keluarga kekaisaran di masa lalu.

(Baca: Jepang Hibah Rp 324 Miliar Bangun 6 Sentra Kelautan Pulau Terluar)