Melihat Cara Beijing Cegah Kemunculan Gelombang Kedua Virus Corona

ANTARA FOTO/REUTERS/Carlos Garcia Rawlins/hp/dj
Warga menggunakan masker pelindung menyeberan jalan, ditengah pandemi virus corona (COVID-19), di Beijing, China, Selasa (7/4/2020).
Penulis: Sorta Tobing
15/6/2020, 17.12 WIB

Kota Beijing, Tiongkok menemukan 79 kasus baru positif Covid-19 pada pekan lalu. Kondisi ini membuat pemerintah setempat melakukan langkah isolasi atau lockdown karena kekhawatiran munculnya gelombang kedua infeksi virus corona.

Semua kasus baru itu terkait dengan pasar Xinfadi, di distrik Fengtasi, sebelah selatan Beijing.  Situs The Guardian menulis per Senin (15/6), Beijing mengumumkan adanya 49 kasus baru yang 36 di antaranya terkait dengan pasar tersebut. "Risiko penyebaran sangat tinggi, jadi kami harus mengambil langkah tegas dan tegas," kata Xu Hejian, juru bicara pemerintah kota Beijing tadi siang.

Kasus pertama wabah baru ditemukan pada Kamis lalu. Seorang pria berusia 52 tahun bermarga Tang dikonfirmasi memiliki virus corona. Esok harinya, pihak berwenang melaporkan enam lainnya. Seperti Tang, semua orang yang terinfeksi tersebut terkait pasar Xinfadi.

(Baca: Investor Khawatirkan Gelombang Kedua Covid-19, IHSG Anjlok 1,3%)

Pemerintah khawatir Beijing menjadi episentrum baru Covid-19. Beberapa kota lainnya langsung mengimbau ke para penduduknya untuk tidak melakukan perjalanan ke ibu kota. Provinsi Liaoning dan Hebei di sekitarnya melaporkan kasus baru yang terkait dengan Beijing. Hari ini, Provinsi Sichuan melaporkan satu kasus yang masih dalam dugaan.

Sampel yang diambil dari pasar menunjukkan jejak virus Covid-19 pada ikan dan daging impor. Yang Peng, seorang ahli epidemiologi pemerintah kota Beijing, mengatakan virus itu mungkin berasal dari luar negeri tetapi penyelidikan lebih lanjut masih diperlukan.

“Penilaian awal adalah bahwa virus itu berasal dari luar negeri. Tetapi tidak jelas bagaimana virus itu masuk ke pasar ini, ”kata Yang. Kemungkinannya, Covid-19 di pasar Xinfadi berasal dari daging yang terkontaminasi atau menyebar dari kotoran orang.

Selama pandemi corona, Tiongkok melaporkan jumlah kasus positifnya hingga sekarang mencapai 83.181 orang. Total kematiannya 4.634 orang. Banyak analis dan peneliti meragukan angka ini karena pemerintah negara itu kerap menutupi informasi ketika wabah mulai terjadi di Wuhan, Hubei.

(Baca: Sejarah Penerapan 8 Jam Kerja dan Aturannya Saat Normal Baru )

Tes Covid-19 di Beijing, Tiongkok. (ANTARA FOTO/REUTERS/Carlos Garcia Rawlins/aww/cf)

Langkah "Masa Perang" Beijing Hadapi Covid-19

Munculnya klaster baru virus corona di Beijing merupakan kabar yang mengejutkan. Pasalnya, selama 55 hari Tiongkok tak lagi melaporkan infeksi baru. Kondisi yang memberi sinyal bahwa pemerintah negara itu mampu mengatasi pandemi yang terjadi.

Tapi ternyata virus corona muncul kembali. Melansir dari Forbes, Xinfadi merupakan pasar terbesar di Beijing untuk memenuhi kebutuhan pokok penduduknya. Di sinilah area publik tempat banyak orang berkumpul. Pasar ini memasok sekitar 1.500 ton makanan laut, 18 ribu ton sayuran, dan 20 ribu ton buah per hari.

Kemunculan wabah baru dari area ini menunjukkan kepada dunia bahwa virus ini masih ada. Hanya karena bisnis telah dibuka kembali, bukan berarti virus itu hilang.

Pada pertemuan kabinet semalam, Wakil Perdana Menteri Sun Chunlan mengatakan risiko penyebaran wabah terbaru ini sangat tinggi karena pasar yang padat dan populasi orangnya yang tidak menetap. Karena itu, mengutip dari CNN, Tiongkok menerapkan mekanisme "masa perang".

(Baca: Waspadai Gelombang Kedua Corona, Tiongkok Perketat Pengawasan)

Langkah itu termasuk pembentukan pusat komando Covid-19. Sebuah video menunjukkan polisi paramiliter mengenakan masker wajah berpatroli di pasar yang telah tutup.

Pihak berwenang juga menutup 10 kompleks perumahan di sekitar pasar dan dengan tegas melarang siapa pun keluar atau masuk. Setiap penduduk di kompleks itu akan diperiksa suhu tubuhnya, melapor setiap hari, dan menerima makanan serta kebutuhan sehari-hari dari pemerintah.

Beijing juga mendirikan 193 stan tes asam nukleat massal. Lebih dari 76 ribu orang telah diuji pada Minggu lalu dan 59 orang dinyatakan positif. Tes ini dianggap lebih efektif dalam mendeteksi kode genetic virus dibandingkan tes merespon kekebalan tubuh.

(Baca: Ilmuwan Tiongkok Sebut Vaksin Corona Bisa Digunakan Akhir Tahun Ini)

Distrik Fengtai telah mengumpulkan 8.950 sampel orang yang bekerja di Xinfadi. Sejauh ini, lebih dari enam ribu sampel telah diuji dan dinyatakan negative. Pihak berwenang akan mengumpulkan sampel hampir 30 ribu orang yang telah pergi ke pasar dalam 14 hari sebelum penutupan. Dari 12 ribu tes yang dilakukan sejauh ini menunjukkan hasil negatif.

Tak hanya melakukan lockdown, pemerintah di sana juga meminta semua perusahaan untuk mewajibkan karyawan yang pernah mengunjungi Xinfadi atau melakukan kontak dengan orang di pasar untuk melakukan karantina mandiri selama 14 hari.