Persaingan global dalam pengembangan vaksin virus corona masih berlangsung hingga saat ini. Dari data organisasi kesehatan dunia (WHO), hingga 2 Julu tercatat ada 147 kandidat antivirus yang bersaing untuk uji coba.
Dari angka tersebut, 18 dalam proses evaluasi klinis, sedangkan 129 masih dalam tahap praklinis. Adapun dari data WHO, kandidat yang paling maju tahapannya adalah antivirus Universitas Oxford yang bekerja sama dengan raksasa farmasi AstraZeneca.
Saat ini kandidat vaksin bernama ChAdOx1-S itu sedang memasuki fase ketiga dengan pengujian kepada populasi di Brazil. Tahap tiga ini akan melibatkan jumlah penduduk lebih besar dari proses sebelumnya.
Dari laman uji pendaftaran klinis ISRCTN, Universitas Oxford ingin mengetahui apakah penduduk Negeri Samba dapat terlindungi dari corona setelah injeksi antivirus. Sebelumnya pengujian hanya dilakukan pada warga Inggris terutama yang bertempat tinggal dekat Kota Oxford.
“Ini juga akan memberikan informasi berharga tentang keamanan vaksin dan kemampuannya untuk menghasilkan tanggapan kekebalan yang baik terhadap virus,” demikian keterangan Universitas Oxford dalam laman ISRCTN dikutip Senin (6/7).
(Baca: WHO Setop Uji Coba Kombinasi Obat HIV untuk Pasien Covid-19)
Di posisi kedua dan ketiga ada vaksin Adenovirus Type 5 Vector yang dikembangkan CanSino Biological Inc./Beijing Institute of Biotechnology serta LNP encapsulated mRNA oleh perusahaan Amerika Serikat yakni Moderna bersama NIAID.
Mereka telah memasuki fase kedua uji coba, bahkan Moderna menyatakan siap memulai uji coba fase ketiga. “Kami bekerja sama dengan otoritas terkait untuk menyesuaikan dengan protokol akhir untuk memulainya,” demikian keterangan resmi Moderna.
Selain itu beberapa kandidat vaksin masih berada di antara tahap 1 dan 1 uji coba. Mereka adalah antivirus yang dikembangkan Inovio Pharmaceuticals, Wuhan Institute of Biological Products, Beijing Institute of Biological Products, Sinovac, Novavax, dan BioNTech-Fosun Pharma-Pfizer.
BioNTech mengatakan dari uji coba awal mereka, 24 dari 45 sukarelawan di AS telah menunjukkan peningkatan imunitas dalam empat minggu usai injeksi. Mereka juga merancang tingkat antibodi yang lebih tinggi demi mencegah penularan corona.
“Anda tidak ingin responsnya terlalu lemah jika tidak tahu kekuatan musuh,” kata CEO BioNTech Ugur Sahin dikutip dari Financial Times.
Meski demikian, belum ada kandidat vaksin yang dikembangkan Indonesia masuk dalam catatan WHO. Perwakilan Asia Tenggara adalah National Center for Genetic Engineering and Biotechnology (BIOTEC) dan Universitas Chulalongkorn yang sama-sama menggandeng Government Pharmaceutical Organization dari Thailand. Dua kandidat vaksin mereka saat ini masih dalam tahap uji praklinis.
(Baca: Corona Meluas Cepat, WHO Ingatkan Beberapa Negara Perlu Lockdown Lagi)