Marak Seruan Boikot, Siapa Untung dari Hubungan Dagang Prancis - RI?

ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/wsj.
Pengunjuk rasa melakukan aksi boikot Presiden Prancis Emmanuel Macron di kawasan Nol Kilometer Yogyakarta, DI Yogyakarta, Jumat (30/10/2020). Aksi tersebut sebagai bentuk protes dan kecaman terhadap pernyataan yang dilontarkan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dianggap menghina umat Islam.
Penulis: Pingit Aria
31/10/2020, 12.43 WIB

Media sosial sedang diramaikan oleh seruan boikot produk Prancis. Penyebabnya adalah pernyataan kontroversial Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dianggap menghina Islam.

Pemicunya adalah pembunuhan Samuel Paty, seorang guru sejarah berusia 47 pada 16 Oktober 2020 lalu. Hari itu, Paty dibunuh dan kepalanya dipenggal di luar sekolah tempatnya mengajar di Kota Conflans-Sainte-Honorine.

Pelaku pembunuhan bernama Abdoullakh Abouyedovich Anzorov. Pemuda berumur 18 tahun ini merupakan seorang muslim keturunan Chechnya. Ia menganggap tindakan Paty yang menggunakan karikatur Nabi Muhammad saat mengajar soal kebebasan berekspresi di sekolah sebagai penghinaan terhadap Islam. 

Kasus ini mengingatkan publik Prancis atas penembakan massal yang terjadi terhadap jurnalis majalah satir Charlie Hebdo pada Januari 2015. Insiden yang dipicu oleh penerbitan karikatur Nabi Muhammad ini menewaskan 12 orang dan melukai sebelas orang.

Atas insiden tersebut, Macron mengeluarkan pernyataan keras. “Salah satu warga kami dibunuh hari ini karena dia mengajarkan murid-muridnya tentang kebebasan berekspresi," kata Macron, dikutip dari Reuters.

Ia menyebut sang guru dibunuh “karena Islamis menginginkan masa depan kita”. Menurutnya, “Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis saat ini, di seluruh dunia.”

Lebih jauh, Macron juga menyatakan bahwa pemerintah tidak akan melarang pencetakan karikatur Nabi Muhammad. Menurutnya, hal itu merupakan bagian dari kebebasan berekspresi yang dijunjung tinggi di Prancis.

Macron adalah perdana menteri termuda Prancis yang terpilih saat masih berusia 39 tahun. Berikut adalah Databoks yang menggambarkan perolehan suaranya saat pemilu 2017 lalu:

Protes Pemerintah Indonesia

Pernyataan Macron atas pembunuhan Paty itu dianggap memojokkan umat Islam secara keseluruhan. Pemerintah Indonesia pun mengecamnya.

"Pernyataan tersebut telah melukai perasaan lebih dari 2 Milyar orang muslim di seluruh dunia dan telah memecah persatuan antar umat beragama di dunia," demikian pernyataan pemerintah, seperti dikutip dari situs resmi Kementerian Luar Negeri, Jumat (30/10).

Dijelaskan dalam pernyataan tersebut, hak kebebasan berekspresi seharusnya tidak mencederai kehormatan, kesucian, dan kesakralan nilai dan simbol agama. "Sebagai negara demokrasi ketiga terbesar dan berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia mengajak seluruh negara untuk mendorong persatuan dan toleransi antar umat beragama, terutama di tengah situasi pandemi saat ini.”

AKSI MAHASISWA BOGOR KECAM PRESIDEN PRANCIS (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/wsj.)

Kementerian Luar Negeri juga memanggil Duta Besar Prancis untuk RI Olivier Chambard pada Selasa (27/10) sore. Selain untuk meminta penjelasan, pemerintah juga menyampaikan protes terhadap pernyataan Macron melalui Chambard.

Protes itu tak hanya disampaikan secara resmi. Di media sosial pun muncul seruan untuk boikot produk Prancis.

Lalu, bagaimana sebenarnya hubungan dagang Indonesia-Prancis selama ini?

Perdagangan Indonesia-Prancis

Setidaknya sejak 2015 Indonesia selalu mengalami defisit hingga ratusan juta dolar per tahun dalam perdagangan dengan Prancis. Tahun ini pun, hingga Agustus, Indonesia telah mengalami defisit US$ 190,37 juta.

Tabel Perdagangan Indonesia-Prancis 2015-2019 (dalam juta US$)

Data20152016201720182019
Ekspor972,96872,74975,911.006,761.013,25
Impor1.336,931.3621.585,351.655,311.424,31
Selisih-363,97-489,25-609,44-648,54-411,06

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Dari tahun ke tahun, lebih dari 90% perdagangan kedua negara didominasi oleh produk nonmigas. Lalu, produk Prancis apa yang sebenarnya paling membebani neraca dagang Indonesia?

Apakah Anda menebak barang mewah seperti Chanel atau Louis Vuitton? Sebenarnya bukan, karena berbagai produk itu sangat mungkin didatangkan dari Prancis melalui negara penghubung atau hub seperti Singapura.

Begitu pula berbagai merek produk kecantikan seperti Loreal atau Garnier telah berinvestasi dan memiliki fasilitas produksi di Indonesia sehingga tidak lagi tercatat sebagai produk impor.

Produk Prancis yang bobotnya paling besar dalam neraca dagang Indonesia adalah pesawat dan komponennya. Seperti diketahui, Prancis adalah produsen Airbus, jenis pesawat yang paling banyak digunakan dalam penerbangan di Indonesia selain Boeing dari Amerika Serikat.

Pada 2017 lalu, Presiden Prancis Francois Hollande bahkan memberikan penghargaan Légion d'Honneur kepada pendiri Lion Air Group, Rusdi Kirana. Penghargaan tersebut diberikan lantaran Rusdi dianggap berjasa menggerakkan roda perekonomian Prancis, dengan memesan 234 unit pesawat Airbus pada Maret 2013.

Pemesanan ratusan pesawat itu yang didatangkan dalam beberapa tahun itu merupakan pembelian terbesar dalam sejarah Airbus. Saat itu, Rusdi memesan pesawat Airbus sebagai bentuk ekspansi bisnis jangka panjang Lion Air Group yang mengoperasikan sejumlah maskapai, yaitu Lion Air, Wings Air, Batik Air, Malindo Air, serta Thai Lion Air.