Menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat yang bakal digelar Selasa, 3 November 2020, beberapa lembaga termasuk media menggelar jajak pendapat. Sebagian besar jajak pendapat itu mengunggulkan Joe Biden dibandingkan pemimpin inkumben Donald Trump.
Meski demikian, perolehan jajak pendapat tak menggambarkan sepenuhnya hasil pemilu. Jajak pendapat dapat digunakan untuk mengetahui elektabilitas atau popularitas kandidat.
Dalam Pilpres AS yang menggunakan sistem Electoral College atau Dewan Elektoral, kemenangan bukan ditentukan oleh suara publik orang-orang yang duduk di Dewan Elektoral. Setidaknya, kandidat harus mengantongi 270 suara elektoral untuk dapat maju sebagai presiden.
Dalam pilpres 2016 misalnya, Hillary Clinton memenangkan 3 juta suara publik lebih banyak dibanding Donald Trump. Namun sebaliknya, Trump memenangkan pemilihan dalam Dewan Elektoral sehingga membuatnya layak maju ke Gedung Putih.
1. Reuters-Ipsos
Reuters bersama dengan Ipsos, lembaga riset pasar, mengadakan jajak pendapat mingguan yang dimulai sejak pertengahan September. Hasilnya, Biden selalu memimpin Trump di tiga negara bagian. Reuters menyebut Biden unggul 10 poin pada negara bagian Wisconsin dan Michigan, serta tujuh poin di Pennsylvania.
Jajak pendapat ini dilaksanakan secara daring kepada calon pemilih di enam negara bagian, termasuk Michigan, Florida, dan North Carolina. Selain itu, Reuters juga menggunakan indikator kepercayaan publik terhadap kandidat dalam mengelola ekonomi dan menangani pandemi virus corona.
Sebanyak 52% responden yang merupakan pemilih di Wisconsin mengatakan Biden akan lebih baik menangani pandemi sedangkan 38% pemilih lainnnya memilih Trump. Meski Biden unggul di Michigan, tetapi 48% pemilih mengatakan Trump akan lebih baik dalam mengelola ekonomi dan 44% pemilih lainnya memilih Biden. Secara keseluruhan jajak pendapat mengatakan Biden lebih unggul daripada Trump
2. New York Times- Sienna College
Hasil yang sama juga diperoleh dalam jajak pendapat yang dilakukan The New York Times bersama dengan Sienna College. Mengutip dari New York Times, Biden yang merupakan mantan wakil presiden, memimpin Trump di negara bagian Wisconsin, Pennsylvania, Florida, dan Arizona. Bahkan, Biden mengalahkan Trump sebesar 11 poin dalam jajak pendapat di Wisconsin.
Dalam survei yang dilakukan oleh NYT, mayoritas responden yang tidak memilih pada pemilu 2016 akan memilih di tahun ini. Sebanyak dua per tiga pemilih baru di Arizona dan Florida mengatakan telah memberikan hak suara mereka. Sementara itu, jumlah pemilih baru di Wisconsin mencapai 56% dan Pennsylvania sebanyak 36%.
Jumlah pemilih baru akan menjadi salah satu faktor kekalahan presiden Trump. Mengutip dari NYT, penasihat Trump telah lama mengatakan kemenangannya dalam pemungutan suara akan diperoleh dari pemilih yang jarang atau tidak konsisten mengikuti pemilu.
Di sisi lain, Biden sebagai kompetitor Trump memiliki lebih banyak dukungan dari perempuan. Setidaknya dalam jajak pendapat NYT, Biden lebih unggul dua poin dari pemilih perempuan di empat negara bagian. Hal itu akan mengimbangi kekuatan Trump yang mayoritas pendukungnya adalah laki-laki.
Jajak pendapat NYT mencatat, Trump unggul delapan poin dari pemilih pria untuk negara bagian Arizona. Namun, Biden memenangkan 56% suara perempuan dibandingkan Trump yang hanya memeroleh 38% suara.
Kelompok lainnya yang mendukung Biden adalah pemilih berkulit putih dan berpendidikan tinggi, merupakan blok Republik tradisional yang telah meninggalkan partai di era kepemimpinan Trump. Biden yang berasal dari Partai Demokrat lebih unggul dua digit dibanding Trump pada kelompok tersebut.
3. Selzer & Company
Berkebalikan dengan hasil mayoritas berbagai survei, survei terbaru dari Selzer & Company menunjukkan Trump unggul di Iowa tujuh poin pada Sabtu lalu. Melansir dari The Guardian, Trump memimpin sebanyak 48% atas Biden pada 26-29 Oktober. Pada September lalu, kedua kandidat hanya mencapai angka 47% dalam jajak pendapat.
Pada pilpres empat tahun lalu, Trump memenangkan Iowa sebanyak 9,4 poin dibanding Hillary Clinton. Menurut J. Ann Selzer, presiden perusahaan pemungutan suara Selzer & Company, jajak pendapatnya melibatkan 814 pemilih dan memiliki margin-of-eror sebesar 3,4%. Selzer melihat kelompok pria dan politisi independent terus mendukung Trump.
“Presiden memegang kelompok demografis yang memenangkannya di Iowa saat pilpres empat tahun lalu. Hal itu akan membuat seseorang berada pada tingkat kenyamanan dengan kedudukan mereka. Ada cerita yang konsisten di tahun 2020 tentang apa yang terjadi di tahun 2016,” kata Selzer.
Dalam riset yang dilakukan Selzer, tidak ada kandidat yang mencapai 50% suara. Namun, jajak pendapat Selzer menunjukan 94% calon pemilih, telah mengambil keputusan, termasuk 98% pendukung Biden dan 95% pendukung Trump. Masih ada 4% calon pemilih yang mengatakan kemungkinan mereka masih bisa dibujuk untuk memilih salah satu kandidat.
Berbagai reaksi muncul menanggapi hasil jajak pendapat yang dilakukan di Iowa. Menurut Nate Silver, ahli statistic dan pendiiri FiveThirtyEight, hasil survei tersebut tidak memberikan perubahan besar bagi Trump secara keseluruhan.
“Satu hal yang perlu diingat jika melihat gerakan pemungutan suara terlambat di suatu negara bagian, apakah gerakan tersebut berjalan dengan fundamental. Di Iowa, kami berpikir Trump ‘seharusnya’ lebih unggul tiga poin berdasar jajak pendapat di negara bagian serupa,” kata Silver.
Kedua kandidat masih bersaing untuk mendapat suara di Iowa. Biden mengadakan rapat umum secara drive-in di Des Moines, Iowa pada Jumat lalu. Sementara Trump menjadi tuan rumah dalam rapat umum di Dubuque, Iowa pada Minggu kemarin.
Penyumbang bahan: Agatha Lintang